Tulisan Berjalan

Marilah Kita selalu Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan Kita Kepada Allah SWT

Thursday, September 7, 2017

PERAN KUA DALAM MENANGANI PAHAM KEAGAMAAN YANG MENYIMPANG, INTOLERANSI DAN RADIKALISME PADA
TINGKAT KECAMATAN.


CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang majemuk[1] baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Adanya perbedaan  dalam kehidupan masyarakat sesungguhnya membuat kehidupan masyarakat itu dinamis, penuh warna, tidak membosankan, dan membuat antara yang satu dengan lainnya saling melengkapi dan saling membutuhkan. Dengan kata lain pluralitas memperkaya kehidupan dan menjadi esensi kehidupan masyarakat sehingga tindakan untuk menolak ataupun menghilangkan adanya pluralitas, pada hakekatnya menolak esensi kehidupan[2]. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai macam prasangka negatif antar individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial dan sering mengakibatkan terjadinya konflik[3].
Konflik sosial yang seringkali muncul di masyarakat pada umumnya disebabkan oleh konflik antar umat beragama. Permasalahan yang sering  kita temui dalam kehidupan beragama yang plural adalah kecurigaan dan adanya kesalahfahaman dari satu penganut agama terhadap sikap perilaku agama lain sehingga muncul berbagai konflik dan mengindikasikan terjadinya perpecahan[4]. Sebagai contoh Konflik di Ambon, Papua, maupun Poso, seperti api dalam sekam, sewaktu-waktu bisa meledak, walaupun berkali-kali bisa diredam[5]. Selain itu, konflik akibat perbedaan agama juga melanda dunia di kawasan Eropa, Amerika, Timur Tengah dan Afrika. Sejarah mencatat terjadinya Perang Salib yang berlangsung selama berabad-abad antar Islam-Kristen, Perang saudara Hindu-Muslim di India, Perang Arab-Israel di Timur, kehancuran pengikut David Koresh di Texas Amerika Serikat, perang Muslim-Kristen di Bosnia Herzegovina[6]. Konflik agama terbukti telah menghancurkan peradaban yang sangat dahsyat.
Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Indonesia. Islam esensinya merupakan agama yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. yang memiliki  kepribadian yang suci, memiliki akhlaqul karimah dan sifat-sifat yang terpuji, sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat Al-Qur’an antara lain :
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩
Artinya:  Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159)

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw. merupakkan manusia memiliki sifat yang lemah-lembut serta hati beliau terasa amat berat atas penderitaan yang menimpa pada manusia, maka beliau berusaha keras untuk membebaskan dan mengangkat penderitaan yang dirasakan oleh manusia tersebut. Jadi inti dari ajaran agama Islam adalah kedamaian dan toleransi.
Namun akhir-akhir ini muncul fenomena ajaran yang menyimpang dalam Islam. Ideologi radikalisme yang lebih keras dan tidak mengenal toleransi mulai banyak bermunculan ditengah-tengah masyarakat. Kemunculan paham radikalisme diakibatkan oleh realitas kehidupan yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Kondisi ini menyebabkan sebagian Muslim memberikan reaksi yang kurang proporsional. Sebagian kelompok umat Islam dalam berdakwah banyak menggunakan sedikit kekerasan, sehingga ketika melihat kemaksiatan dan kemunkaran mereka langsung menanggapinya dengan emosional dan angkat senjata. Selain itu, Menurut Abou al Fadl, salah satu sebab penting bagi munculnya paham dan aksi-aksi radikal dalam Islam adalah lunturnya otoritas dalam keagamaan (Islam) [7]. Di masa lalu, fiqh dan para fuqoha atau ulama di dalam Islam memiliki legitimasi yang kuat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat di luar hukum-hukum yang ditetapkan oleh suatu pemerintahan atau hukum positif. Modernisasi dan globalisasi telah membuat semua orang bisa akses terhadap sumber-sumber ajaran secara langsung sehingga menimbulkan lunturnya pengaruh pemuka agama dan guru.
Munculnya paham radikalisme dan sifat intoleransi tentu menjadi permasalahan Islam untuk saat ini. Radikalisme menjadi noda bagi ajaran Islam yang identik dengan kedamaian dan toleransi. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya  dari para tokoh agama untuk mencegah maraknya paham radikalisme dan intoleransi di masyarakat. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kinerja Kepala Kantor Urusan Agama (KUA).  KUA bertugas sebagai perpanjangan tangan dari Kantor Kementerian Agama di bidang urusan Agama Islam di tingkat wilayah kecamatan, maka dalam pelaksanaannya, keberadaan KUA tidak hanya melakukan pencatatan nikah, tetapi juga melakukan pembinaan keagamaan di tingkat Kecamatan. Hal ini diatur dalam  Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang pencatatan nikah, dijelaskan bahwa banyak tugas yang harus dilakukan oleh KUA; antara lain pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah, ibadah sosial, produk halal, kemitraan, zakat, wakaf, ibadah haji dan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, KUA juga banyak berperan dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat[8].
KUA merupakan lembaga yang berperan penting dalam mengatasi permasalahan keagamaan di tingkat kecamatan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KUA tidak selalu berjalan mulus tetapi banyak mengalami kendala baik dari segi sarana dan prasarana maupun dari segi SDM-nya. Oleh karena itu, KUA harus mendapatkan perhatian serius dalam dukungan teknis, kompetensi dan kemampuanya karena KUA merupakan pejabat fungsional yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Untuk itulah tulisan diarahkan untuk menjelaskan betapa vitalnya peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran di atas, maka teridentifikasi suatu permasalahan dalam karya ilmiah ini yakni sejauh mana peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan. Dari identifikasi masalah ini, disusun sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.      Bagaimana Peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan?
2.      Apa saja yang menjadi kendala-kendala KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan?
C.  Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan tulisan ini adalah
a.    Untuk mengetahui Peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan
b.    Untuk mengetahui kendala-kendala KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan
2.      Manfaat Penulisan
a.       Memberikan sumbangan pemikiran bagi Kepala KUA dalam menentukan arah kebijakan yang lebih baik dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme.
b.      Memberikan gambaran dan informasi tentang konsep KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme.
c.       Sebagai bahan referensi keilmuan dan memperkaya khazanah kepustakaan pada lembaga departemen keagamaan.
D.  Sistematika Penulisan
Data-data yang telah dikaji disampaikan dalam bentuk laporan penulisan dengan menyusunnya dalam bentuk bab demi bab. Bab pertama berisi tentang pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan serta sistematika penulisan. Bab kedua, berisi tentang kajian teoritis dan metodologi penulisan meliputi kajian teoritis, kerangka berfikir dan metodologi penulisan. Bab ketiga, Analisis dan Pembahasan, meliputi deskripsi dan analisis masalah. Bab keempat, berisi kesimpulan meliputi kesimpulan dan saran.









BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

A.      Kajian Teoritis
1.      Tugas dan Kewenangan Kantor Urusan Agama
Kantor Urusan Agama adalah unit kerja terdepan yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang agama Islam. Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat KUA kecamatan adalah unit pelaksanan teknis pada kementerain agama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur jenderal bimbingan masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh kepala kementerian agama kabupaten/kota[9]. Institusi Kantor Urusan Agama berdasarkan fakta sejarah sebenarnya telah ada sejak jaman kerajaan dan penjajahan, hanya sebutan istilah saja yang berbeda. Istilah pemangku Kantor Urusan Agama ini pada masa kerajaan Mataram Islam dikenal dengan istilah reh-penghulon, yang memiliki otoritas dalam menjalankan hukum Islam di lingkungan kerajaan atau pusat pemerintahan dan sampai pada tingkat paling bawah yaitu kewedanaan atau kecamatan[10].
Adapun peran, fungsi, tugas dan garapan Kantor Urusan Agama dalam Urusan Agama Islam adalah sebagai berikut[11]:
a.    Memberikan Pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah rujuk
b.    Memberikan penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam
c.    Memberikan pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA kecamatan
d.   Memberi pelayanan bimbingan keluarga sakinah
e.    Memberi pelayanan di bidang kemasjidan
f.     Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah
g.    Pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam
h.    Pelayanan Bimbingan Zakat dan Wakaf
i.      Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA kecamatan
j.      Dan lain-lain.
Peran, tugas, dan fungsi KUA sebagaimana telah dijelaskan menunjukan bahwa otoritas KUA merupakan bagian tak terpisahkan dari Kementerian Agama yang berada di lingkungan wilayah tingkat Kecamatan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan hukum Islam di Indonesia.
2.      Paham Keagamaan Menyimpang, Intoleran dan Radikalisme
Umat Islam di Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah besar dengan munculnya kelompok-kelompok yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran agama. Kemunculan kelompok-kelompok tersebut sangat berdampak buruk karena pemahaman keagamaannya telah menyimpang terlalu jauh dari prinsip-prinsip ajaran agama. Paham keagamaan yang menyimpang menyebabkan munculnya sifat intoleran dan radikalisme. Intoleran dan radikalisme adalah Sikap atau tindakan kekerasan terhadap pemeluk agama tertentu semata-mata karena mereka menganut keyakinan agama yang berbeda dan atau bertolak belakang dengan keyakinan agama yang kita anut. Radikalisme agama dalam banyak kesempatan telah terbukti berdampak pada munculnya sikap ekstrimisme, di mana sikap tersebut sangat berpotensi memunculkan tindakan terorisme.
Radikalisme, secara etimologis dalam bahasa Arab sering disebut dengan istilah tatarruf dan bersinonim dengan istilah ifrat (keterlaluan) atau ghuluw (melampaui batas). Kata “radikal”, dalam Dictionary of American History, lebih popular digunakan untuk menunjukkan individu, partai, dan gerakan yang berkeinginan merubah keberadaan sesuatu praktik, institusi, atau sistem sosial secara cepat. Dalam politik, “radikal” sering digunakan untuk seseorang dan sebuah partai yang merefleksikan pandangan kelompok kiri [12].
Adapun menurut terminologi, radikalisme ialah sebuah paham atau aliran yang sering berpandangan kolot, bertindak dengan menggunakan kekerasan dan bersifat ekstrem untuk merealisasikan cita-citanya. Hal ini didasarkan pada pengertian yang bersumber dari beberapa referensi. Pertama, Ensiklopedi Indonesia yang mengartikan radikalisme dengan semua aliran politik, yang para pengikutnya menghendaki konsekuensi yang ekstrem, setidak-tidaknya konsekuensi yang paling jauh dari pengejawantahan ideologi yang mereka anut.[13] Kedua, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , yang menjelaskan radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Ketiga, radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka [14].
Secara historis, radikalisme agama terdiri dari dua bentuk. Pertama, radikalisme dalam pikiran (yang sering disebut sebagai fundamentalisme). Kedua,  radikalisme dalam tindakan (disebut terorisme). Radikalisme yang bermetamorfosis dalam tindakan yang anarkis biasanya menghalalkan cara-cara kekerasan dalam memenuhi keinginan atau kepentingan[15].  Diantara faktor-faktor yang memunculkan radikalisme dalam bidang agama, antara lain, (a) pemahaman yang keliru atau sempit tentang ajaran agama yang dianutnya, (b) ketidakadilan sosial, (c) kemiskinan, (d) dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai satu motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan (e) kesenjangan sosial atau irihati atas keberhasilan orang lain.
Paham keagamaan Islam radikal adalah paham, ideologi, atau keyakinan keagamaan Islam yang bermaksud melakukan perubahan masyarakat dan negara secara radikal, yaitu mengembalikan Islam sebagai pegangan hidup bagi masyarakat maupun individu. Oleh karena perubahan ini dilakukan secara radikal, maka bagi paham ini, memungkinkan dilakukannya tindakan radikalisme, apabila upaya semangat kembali pada dasar-dasar fundamental Islam ini mendapat rintangan dari situasi politik yang mengelilinginya terlebih lagi bertentangan dengan keyakinannya.
Terdapat beberapa karakteristik bagi paham keagamaan Islam radikal, yaitu:
a.    Menghendaki pelaksanaan hukum Islam dan norma-normanya secara komprehensif dalam kehidupan, sesuai apa yang dimodelkan oleh Rasulullah Saw. sehingga memiliki sikap keberagamaan yang fanatik. Menurut Masdar Hilmy, paham Islam radikal menekankan adanya visi Islam sebagai doktrin agama dan sebagai praktik sosial sekaligus, mengintegrasikan antara din, dunya dan dawlah berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah. Puncak dari keyakinan ini adalah pendirian ”negara Islam”.[16]
b.    Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an terkait hubungan sosial, perilaku keagamaan dan hukuman kejahatan secara literal-tekstual. Penafsiran rasional-kontekstual tidak diperlukan sepanjang al-Qur’an telah menyatakannya secara eksplisit. Paham ini menilai semua yang tidak dimunculkan al-Qur’an bernilai bid’ah, termasuk konsep Barat semisal demokrasi dan lainnya. Di sini, penggunaan simbol-simbol Islam menjadi determinan karakter paham ini, pada saat yang sama pemurnian Islam menjadi teologi yang dipertahankan[17].
c.    Model penafsiran literal-tekstual memunculkan sikap intoleransi terhadap semua paham atau keyakinan yang bertentangan dengannya, sekaligus bersikap eksklusif dengan membedakan diri dari orang kebanyakan. Sikap intoleransi didasarkan pada pendekatan Manichean atas realitas. Dalam pendekatan ini, dunia hanya berisi dua hal, yaitu baik-buruk, halal-haram, iman-kufur, dan seterusnya, dengan mengabaikan ketentuan-ketentuan hukum lain, semisal sunnah, makruh dan mubah. Adapun sikap eksklusif muncul karena “menutup” atas pengaruh luar yang dinyatakannya sebagai ketidakbenaran.
d.   Interpretasi di atas menghasilkan pandangan yang revolusioner, yaitu ingin merubah secara terus-menerus, sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan kekerasan, selama tujuan yang diinginkan belum tercapai.
Dalam pandangan BNPT, setidaknya ada 5 tipologi kelompok radikal yang berkembang di Indonesia saat ini.  Pertama, Kelompok Radikal Gagasan. Kelompok ini adalah kelompok yang dapat dikatakan radikal dari segi gagasan dan pemikirannya, namun tidak menggunakan tindakan kekerasan. Kedua,  Kelompok Radikal Non Teroris Kelompok ini bergerak dalam bentuk residivis kelompok radikal non terorisme, gangsterisme atau vandalism. Ketiga,  Kelompok Radikal Milisi Kelompok ini merupakan kelompok milisi yang terlibat dalam konflik-konflik komunal seperti konflik Ambon dan Poso. Contoh dari kelompok ini adalah Laskar Jihad, Laskar Jundullah, dan Laskar Mujahidin Indonesia. Keempat,  Kelompok Radikal Separatis Kelompok ini mempunyai tujuan untuk memisahkan diri dari Indonesia, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Negara Islam Indonesia (NII). Kelima,  Kelompok Radikal Terorisme Kelompok ini mempunyai tujuan untuk menegakkan hukum hukum Islam dengan melakukan aksi-aksi terorisme[18].
3.      Prespektif  Islam  Tentang  Paham Keagamaan Menyimpang, Intoleran dan Radikalisme
Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, bersikap lembut, berbuat baik dan adil serta membangun sikap toleransi.  Namun akhir-akhir muncul segelintir orang yang memiliki paham-paham tersendiri. Kemunculan mereka ditengarai dengan prinsip dasar yang mereka anut dalam memahami nash. Mereka berkeyakinan bahwa nash merupakan teks terbuka yang bisa didekati dengan cara dan metode apapun, tidak harus dengan cara dan metode tertentu (al-manhaj fifahmi an-nushus) sebagaimana yang telah diformulasikan oleh para ulama[19]. Pembebasan penafsiran/pentakwilan nash dengan tanpa memperhatikan sistem dan metodologi sangatlah berbahaya, karena bisa menerjang makna terdalam nash (mafhum an-nash). Pemahaman terhadap nash yang seperti ituwalaupun sesuai dengan kehendak nash tetaplah dianggap salah dan tercela, sebagai sabda rasulullah SAW: Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka[20].
Larangan menafsirkan al’qur’an secara asal-asalan bukan tanpa sebab. Hal ini karena kesalahan pemahaman akan memunculkan pemahaman penyimpangan lainya seperti munculnya radikalisme dan intoleransi. Radikalisme agama dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham atau aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham atau aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.
Bahkan dalam al-Qur’an, Allah menegaskan Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin (pembawa rahmat bagi seluruh alam)Allah SWT berfirman:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ ١٠٧
Artinya:   Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya, 107).
Pada dasarnya Al-Qur'an itu diturunkan sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perdamaian itu masuk kedalam kategori kebaikan. Jadi sudah jelas Al-Qur'an akan mengajarkan kebaikan dan melarang perbuatan yang buruk. “Rahmat” itu sebuah kata yang berasal dari bahasa arab yang maknanya ialah kelembutan, pengampunan dan kasih sayang . Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “rahmat” maknanya ialah kurnia, kebajikan, dan belas kasih.
Islam juga memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk menjalankan misi menyerukan manusia kepada kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran. Tetapi bila mencegah kemunkaran itu menimbulkan kemunkaran yang lebih besar, maka mencegah kemunkaran yang beresiko demikian harus ditinggalkan. Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menerangkan: “Mengingkari atau mencegah kemungkaran itu ada empat tingkatan yaitu:
a.    Menyingkirkan kemunkaran dan digantikan dengan lawannya (yaitu kemakrufan);
b.    Menyingkirkan kemunkaran dengan menguranginya walau pun tidak menghapuskan secara keseluruhan;
c.    Menyingkirkan kemunkaran, tetapi kemudian muncul kemunkaran yang serupa itu;
d.   Menyingkirkan kemunkaran tetapi kemudian muncul kemunkaran yang lebih jahat daripadanya[21].
Jadi  prinsip-prinsip dasar dalam Islam menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmah bagi kaum Muslimin sendiri maupun bagi seluruh umat manusia. Islam sangat membenci aksi kezaliman apa pun bentuknya. Karena Islam senantiasa mengajarkan dan memerintahkan kepada umatnya untuk menjunjung tinggi kedamaian, persahabatan, dan kasih sayang (rahmatan lil ‘alamin). Bahkan al-Qur’an menyatakan bahwa orang yang melakukan aksi kezaliman termasuk golongan orang yang merugi dalam kehidupannya. Di dunia akan di cap sebagai pelaku kejahatan dan di akhirat kelak akan dimasukkan ke dalam api neraka Jahannam. Allah Swt. berfirman:
 قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا ١٠٣ ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا ١٠٤ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِ‍َٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ وَلِقَآئِهِۦ فَحَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فَلَا نُقِيمُ لَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَزۡنٗا ١٠٥
Artinya:    103. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" 104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. 105. mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.

Berdasarkan ayat tersebut, maka dapat dipahami ada pemahaman amar ma’ruf nahi mungkar, yang juga bisa mendatangkan pemahaman keliru sehingga mengidentikkannya dengan kekerasan.
Jadi, intoleransi dan radikalisme tidak sesuai degan ajaran Islam sehingga tidak patut dialamatkan ke dalam agama Islam, karena sesungguhnya Islam tidak ada yang namanya radikalisme. Dalam Al Qur’an dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menyayangi serta bersikap lemah lembut kepada orang lain meskipun orang itu penganut agama lain.
B.     Kerangka Berfikir
Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Indonesia. Islam sejatinya adalah agama yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Namun akhir-akhir ini muncul fenomena ajaran yang menyimpang dalam Islam. Ideologi radikalisme yang lebih keras dan tidak mengenal toleransi mulai banyak bermunculan ditengah-tengah masyarakat. Kemunculan paham radikalisme diakibatkan oleh realitas kehidupan yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam.
Munculnya paham radikalisme dan sifat intoleransi tentu menjadi permasalahan Islam untuk saat ini. Radikalisme menjadi noda bagi ajaran Islam yang identik dengan kedamaian dan toleransi. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya  dari para tokoh agama untuk mencegah maraknya paham radikalisme dan intoleransi di masyarakat. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kinerja Kepala Kantor Urusan Agama (KUA).  Jadi KUA sebagai kepanjangan  tangan dari Kementerian Agama memiliki peran untuk menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan. Peran KUA dalam menangani permasalahan tersebut tidak mungkin berjalan mulus, pasti ada kendala-kendala dalam proses pelaksanaanya. Namun, KUA diharapkan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
C.    Metodologi Penulisan
Dalam  penelitian  ini,  peneliti  akan  menggunakan  dua  metode:  pertama, menggunakan library research yang mana metode penelitian ini nantinya menggunakan teori-teori yang diambil dari buku literature, internet, majalah, brosur/pamflet atau karya tulis lain yang mendukung dan relevan dengan judul karya tulisan ilmiah ini. Kedua, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research) yang sesuai dengan obyek yang peneliti pilih.[22] Oleh karena itu karya ilmiah ini bersifat kualitatif, yakni berusaha mengeksplorasi peranan KUA dalam Paham Keagamaan yang menyimpang, Intoleransi dan Radikalisme. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi serta pengamatan lapangan (observasi). Data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan dinalisis secara deskriptif-analitik, melalui tahap-tahap: editing, klasifikasi data, reduksi data, dan interpretasi untuk memperoleh kesimpulan.


BAB III
PERAN KUA DALAM MENANGANI PAHAM KEAGAMAAN YANG MENYIMPANG, INTOLERANSI DAN RADIKALISME PADA TINGKAT KECAMATAN

A.  Deskripsi Masalah
Sikap intoleransi dan radikalisme akhir-akhir ini semakin menghawatirkan. Angka tindakan intoleran di Indonesia meningkat pada tahun 2016.  Berdasarkan hasil survei Setara Institute selama tahun lalu mencatat ada 208 peristiwa kekerasan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang dibarengi 270 tindakan. Angka tersebut meningkat bila dibandingkan pada tahun 2015, di mana tercatat ada 197 peristiwa dan 236 tindakan. “Ini meningkat signifikan bila dibanding tahun lalu,” kata peneliti Kebebasan Beragama Setara Institute Halili di Jakarta pada Ahad, 29 Januari 2017 [23].
Penyebab meningkatnya sikap intoleransi dan radikalime adalah karena masuknya paham-paham baru yang mengatasnamakan Islam.  Perkembangan aliran dan faham keagamaan tak jarang menimbulkan konflik antarsesama pemeluk agama yang sama maupun di antara pemeluk agama yang berbeda. Aksi Radikalisme yang terjadi selama ini kebanyakan dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan dan bernaung di bawah nama Islam. Islam dijadikan tameng oleh mereka untuk melakukan aksinya. Selain itu mereka juga memelintir sejumlah pengertian dari kitab suci. Teks agama dijadikan dalih oleh mereka untuk melakukan tindak kekerasan atas nama jihad.
Pada hakikatnya warga negara Indonesia memiliki kebebasan dalam memilih agama dan keyakinan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun termasuk pemerintah. Hal ini sudah diatur dalam undang undang pasal 29 ayat 2 dijelaskan bahwa setiap warga negara memiliki agama dan kepercayaanya sendiri tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu, dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Hal ini dapat dibuktikan dari presentasi agama Indonesia berikut ini:
Tabel 1. Presentase Agama di Indonesia
Nama Agama
Persentase 
(dari populasi total)
Angka Absolut (juta)
87.2
207.2
6.9
16.5
2.9
6.9
1.7
4.0
Buddha
0.7
1.7
Konghucu
0.05
0.1
Sumber: Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010
Jadi,  setiap warga negara Indonesia berhak memilih keyakinanya masing-masing. Akan tetapi, kebebasan dalam keagamaan bukan tanpa adanya pembatasan. Setiap pemeluk agama tidak boleh menyebarkan paham-paham baru yang bertentangan dengan agamanya, khususnya Agama Islam yang menjadi agama mayoritas di negeri ini. Hal ini dkhawatirkan akan muncul paham-baham baru yang lebih intoleran dan radikalisme. Larangan penyebaran Aliran menyimpang sendiri dalam kerangka berpikir menggunakan acuan UU No 1/PNPS/1965 pada Pasal 1 yang berbunyi” Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu” [24]. Larangan ini bermaksud untuk mencegah terjadinya konflik sosial antar umat Islam maupun dengan agama lain. Seperti yang terjadi di serang dimana orang-orang menghancurkan 24 rumah warga akibat adanya aktivitas paham baru yaitu Ahmadiyah[25].

Aksi penyimpangan paham keagamaan dan radikalisme bukan saja terjadi pada kota-kota besar tapi juga sudah mulai menjalar pada masyarakat-masyarakat awam yang ada di desa-desa khususnya di Sulawesi Tenggara. Misalnya penyimpangan paham agama Islam yang terjadi di daerah Konawe Utara. Ajaran ini ditemukan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Todolaiyo, Kecamatan Oheo yang beroperasi sejak tahun 2011. Ajaran yang diduga sesat itu, tidak mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir dan tidak wajib melaksanakan shalat Jumat[26]. Paham-paham ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam yang menempatkan Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi terakhir. Dampak dari banyaknya paham-baham baru adalah adanya konflik horizontal antara umat beragama.
Selain itu, keberadaan paham intoleransi dan radikalisme juga perlu diwasapadai di Sulawesi Tenggara. Hal ini karena Sulawesi Tenggara merupakkan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah Poso, Sulawesi Tengah yang hingga saat ini sikap intoleran dan radikalisme warganya masih rawan dan  terus menebar ancaman. Tidak menutup kemungkinan sebagian warga mereka pindah dan menyebar ke wilayah-wilayah Sulawesi Tenggara. Hal ini terbukti dari hasil pemantauan POLDA Sultra yang menyatakkan bahwa sekitar dua tahun lalu terdapat kegiatan kelompok masyarakat mencurigakan kemudian aktivitasnya berpindah setelah anggota Bhabinkamtibmas mengecek lokasi di perbatasan Sulawesi Selatan[27].
Paham Intoleransi dan radikalisme di Sulawesi Tenggara bukan hanya menyebar di masyarakat tetapi juga sudah masuk dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat kita lihat menjamurnya organisasi-organisasi keislaman bukan hanya pada tingkat mahasiswa sebagai kategori perguruan tinggi bahkan sampai kepada kategori siswa yang masih berstatus anak sekolahan. Eksistensi organisasi Islam dalam dunia pendidikan sebenarnya tidak terlalu bermasalah ketika organisasi tersebut memperkenalkan Islam sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw. Yang menjadi permasalahan adalah ketika mereka menyebarkan paham intoleransi dan radikalime dalam aktivitasnya. Mahasiswa merupakan orang yang paling berpengaruh dalam melakukan perubahan di masyarakat. Selain itu, mahasiswa memiliki pemikiran sedikit lebih tinggi daripada masyarakat awam sehingga mereka akan dengan mudah mempengaruhi masyarakat lainya.  Ini yang perlu ditakutkan, karena ketika kembali kemasyarakat mereka akan dengan mudah menyebarkan isu-isu intoleransi dan radikalisme.
Berdasarkan beberapa informasi di atas, maka penyimpangan paham keagamaan, intoleransi dan radikalisme juga sudah ditemukkan di pelosok daerah Sulawesi Tenggara. Tidak menutup kemungkinan masih ada paham-paham lain yang lebih radikal yang belum terdeteksi oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga terkait seperti kepolisian, KUA, dll.
Untuk mengatasi menguatnya pengaruh paham yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme, maka sudah sepatutnya kita harus kembali kepada ajaran Islam sesuai tuntunan Nabi Muhammad Saw. sebagaimana sabda Rasulullah: Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, karenanya hendaklah kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin. Peganglah erat-erat Sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat[28]. Jadi ummat Islam harus kembali kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah serta memahami Islam menurut cara yang dilaksanakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya agar mereka mendapatkan hidayah (petunjuk), barakah, ketenangan hati, terhindar dari berbagai macam fitnah, perpecahan, perselisihan, bid’ah-bid’ah, pemahaman-pemahaman dan aliran yang sesat.
Untuk mewujudkan itu, maka kita perlu belajar agama Islam kepada orang-orang memiliki ilmu di bidang agama (ulama).  Dalam firmanya Allah Swt. dalam Surat An-Nahl  Ayat 43 bahwa:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ إِلَّا رِجَالٗا نُّوحِيٓ إِلَيۡهِمۡۖ فَسۡ‍َٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٤٣
Artinya:   Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri  wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui (An Nahl 43)
Firman Allah Swt. dalam surat Al ‘Ankabut ayat 43:
وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِۖ وَمَا يَعۡقِلُهَآ إِلَّا ٱلۡعَٰلِمُونَ ٤٣

Artinya:   Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al ‘Ankabut:43)
Sabda Rasulullah:
“Manusia selalu berada pada kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari orang-orang besar (tua) mereka. Jika mereka mengambil ilmu dari orang-orang kecil (ahli bid’ah) dan orang-orang buruk (orang fasik) di antara mereka, maka mereka pasti binasa[29]
Berdasarkan Firman Allah Swt dan Hadis Nabi di atas kita tidak boleh sembarang belajar agama Islam. Kita belajar pada  para ulama yang lebih memahami tentang Islam. Tapi kita juga harus memperhatikan kepada siapa kita belajar agama. Jangan sampai kita mengambil ilmu agama dari ahli bid’ah, karena mereka akan menyesatkan, baik disadari maupun tidak.
Di Indonesia, kementerian agama merupakan  lembaga tertinggi dalam bidang keagamaan. Jadi, orang-orang yang ada didalamnya tentu memiliki kompetensi dan pemahaman yang lebih tentang Islam , khususnya KUA yang menjadi kepanjangan tangan dari Kementerian Agama. KUA memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengatasi segala permasalahan-permasalahan keagamaan di tingkat kecamatan. Sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas umum pemerintahan, khususnya di bidang urusan agama Islam, KUA telah berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan dan fasilitas yang ada untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Jadi, sangat tepat  jika KUA berperan penuh  dalam mengatasi berkembangnya paham-paham yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme.
B.  Analisis Masalah
 Dari deskripsi masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa penyimpangan paham keagamaan, intoleransi dan radikalime sudah menjadi isu nasional yang sangat mengancam kebhinekaan Indonesia. Untuk itu, KUA harus tertantang untuk segera menyelesaikan permasalahan-permasalahan keagamaan tersebut sebelum memberikan dampak yang lebih besar. KUA merupakan ujung tombak dari kementerian agama dalam memberikan pelayanan pada masyarakat dalam artian semua aktivitasnya selalu berhadapan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan tugas dan peran KUA sangat diharapkan dalam menjaga keutuhan negara Indonesia yang terancam akibat isu-isu intoleransi dan radikalisme.
Peran KUA tersebut didukung dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang pencatatan nikah, dijelaskan bahwa banyak tugas yang harus dilakukan oleh KUA; antara lain pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah, ibadah sosial, produk halal, kemitraan, zakat, wakaf, ibadah haji dan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, KUA juga banyak berperan dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat[30]. Hal Menurut Muslih[31] menyatakkan dalam pidatonya bahwa kesan KUA yang berperan serta bertugas sebagai tukang baca doa dan menikahkan itu kurang tepat, padahal sesungguhnya tugas KUA tidak itu saja. Selain mempunyai tugas pokok seperti pencatatan perkawinan, KUA juga mempunyai tanggungjawab lain. Seperti BP4, gerakan keluarga sakinah, zakat dan wakaf, kemasjidan, pembinaan pangan halal, kemitraan umat, ibadah sosial, juga kegiatan lintas sektoral. Jadi tugas dan peran KUA memiliki cakupan yang sangat luas dalam mengatasi permasalahan dalam agama Islam maupun menjaga kerukunan antar umat beragama.
KUA dapat memberi pemahaman mengenai ajaran nilai-nilai agama yang membawa kepada kedamaian. Hal ini dikarenakan esensi agama yang sama sekali tidak pernah mengajarkan umatnya untuk saling membenci, apalagi sampai melakukan kekerasan. Jika KUA berhasil menyampaikan pesan kedamaian, maka akan besar potensi terciptanya kehidupan yang tentram dan damai di tengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan kajian-kajian literatur yang disesuaikan dengan data pengalaman di lapangan, maka peran-peran yang dapat dilakukan oleh KUA dalam menangani masalah paham keagamaan menyimpang, intoleransi dan radikalisme ditingkat kecamatan dapat dilakukan sebagai berikut:
1.    Mengadakan sosialisasi kemasyarakat dengan membawa tema perdamaian dan anti kekerasan yang disampaikan melalui acara ceramah agama, pengajian, peringatan hari-hari besar Islam dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainya. Selain itu, KUA dalam setiap sosialisasi harus memberikan pemahaman tentang pentingnya kebersamaan dalam kehidupan. Meningkatkan pemahaman ini ialah terus mempelajari dan memahami tentang artinya hidup bersama-sama dalam bermasyarakat bahkan bernegara yang penuh akan keberagaman. Sehingga sikap toleransi dan solidaritas perlu diberlakukan, di samping menaati semua ketentuan dan peraturan yang sudah berlaku di masyarakat dan Negara.
2.    Rutin memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang Agama Islam yang  sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Saw. berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Nabi. Dasar hukumnya dapat diperoleh melalui PMA No 39 Tahun 2012 dalam hal fungsi pelayanan Bimbingan Pembinaan syariah (pasal 2 ayat 2 F) dan penyelenggaraan fungsi lain di bidang agama Islam yang ditugaskan oleh Kepala Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Pasal 2 ayat 2 G). dengan demikian asas kepastian hukum sebagai dasar kebijakan KUA dalam menangkal aliran menyimpang ditemukan melalui pasal-pasal diatas. KUA dapat melakukan bimbingan terhadap masyarakat tentang aliran menyimpang melalui bimbingan pembinaan syariah. Penafsiran terhadap fungsi pembinaan syariah ini dimungkinkan karena berada dalam koridor metode penafsiran hukum (hermeneutika hukum). Hal ini dapat dilakukan dengan Mengadakan pelatihan atau kajian-kajian sosiologi dan psikologi agama untuk merespon perkembangan aliran dan faham keagamaan.
3.    Melakukan kerjasama dengan pemerintah setempat, organisasi masyarakat, organisasi pemuda dalam mencegah masuknya paham-paham radikalisme dalam masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan menggerakkan dan memaksimalkan penyuluh agama pada masyarakat untuk memberikan pemahaman yang benar terhadap ajaran agama. Untuk itu, KUA melakukan Koordinasi dengan pihak terkait dalam mencegah konflik dan tindakan kekerasan atasnama agama.
4.    KUA harus menjadi fasilitator dialog lintas agama bersama segenap komponen baik aparat kecamatan, ormas Islam dan warga masyarakat secara umum agar mampu menyelesaikan persoalan rumah ibadat secara baik dan bijak. Tindakan ini penting sebagai upaya preventif mencegah adanya konflik antar warga masyarakat muslim dan non muslim maupun sesama muslim. Hal ini dapat dilakukan diskusi-diskusi rutin akan mempertajam analisis mengenai tindakan yang cepat dan tepat sehingga mampu meminimalkan potensi konflik di kalangan umat beragama [32].
5.    Ikut berperan aktif dalam mengatasi apabila muncul indikasi adanya pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan. Dalam hal ini, KUA dapat mengambil tindakan pencegahan awal, seperti melakukan diskusi tentang pemahaman baru yang muncul di masyarakat tersebut dengan pihak yang bersangkutan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Abdul Rojak[33], bahwa  peran tokoh agama dalam mencegah radikalisme dan terorisme dapat dibagi menjadi berapa kategori:
1.    Tokoh agama memberikan penjelasan kepada umat tentang pelurusan kembali ajaran nilai-nilai Islam yang disesatkan oleh kelompok radikalisme. Hal utama yang perlu dibahas adalah mengenai makna jihad yang sesungguhnya. Ada baiknya jika ditambahkan dengan pemahaman kontekstual ayat-ayat Al-Quran yang banyak disalah artikan oleh kelompok terorisme. Tujuannya adalah agar tercipta kesepakatan bersama mengenai Islam moderat.
2.    Memberikan paham bahwa terorisme tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Utamanya adalah bahwa ajaran-ajaran mengenai Hukum Islam yang disampaikan oleh Al-Quran dan Al-Hadist tidak dibajak dan diselewengkan untuk pembenaran ajarannya.
3.    Penjelasan mengenai Islam sebagai agama universal, cinta damai, dan menentang segala bentuk terorisme dan radikalisme. Tokoh agama diharapkan mampu menggalang kesepakatan bersama mengenai bahaya terorisme dan radikalisme. Untuk menyampaikan hal tersebut, perlu disampaikan tekstual yang jelas di dalam Al-Quran dan Al-Hadist mengenai penegasan isu terkait. Selain itu, penyampaian hal ini juga diharapkan disampaikan berbarengan dengan ajakan untuk mencintai lebih dalam negeri tercinta Indonesia.
Upaya menangkal dan memerangi penyimpangan paham keagamaan, intoleransi dan radikalisme harus terus menerus dilakukan. Dalam memerangi permasalahan tersebut harus mempertimbangkan hukum, sosial, dan budaya bangsa karena bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.
Peran KUA dalam menangani intoleransi dan radikalisme di masyarakat bukan tanpa permasalahan. Kenyataan di lapangan jangankan untuk mengembangkan peran-peran lain, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang telah ada pun ternyata belum bisa optimal. Secara umum, kendala-kendala yang sering dihadapi oleh KUA adalah  sebagai berikut:
1.        Masyarakat susah dalam menghilangkan paham-paham yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang mereka. Paham-paham ini terus mereka pertahankan walaupun sebenarnya sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
2.        Masyarakat lebih percaya pada Tokoh agama dan toko adat setempat ketimbang pada KUA. Hal ini karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tugas dan keawajiban KUA. Kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa tugas KUA hanya sebatas pencatatan nikah, padahal tugas KUA mencakup seluruh urusan-usan keagamaan pada tingkat kecamatan yang merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian Agama.
3.        Masyarakat lebih patuh dan taat pada pemerintah dalam hal ini Camat daripada KUA, sehingga ketika berada di lapangan KUA kurang mendapatkan rasa hormat dari masyarakat. Padahal faktanya KUA setingkat dengan Camat, perbedaanya KUA menangani dalam bidang keagamaan pada tingkat kecamatan. Perbedaan ini tentu saja akan merepotkan KUA ketika harus menjalin kerjasama lintas sektoral dengan kantor kecamatan. Kenyataan itu tentu saja sangat menyedihkan, apalagi bila melihat wilayah kerja dan beban tugas yang diemban kepala KUA tidak lebih sedikit dibandingkan dengan camat.
4.        Jumlah pegawai pelaksana yang ada di tiap KUA belum ideal, masih sering dijumpai banyak KUA yang berisi komposisi jumlah pegawai sangat terbatas. Hal ini diperparah dengan pernyebaran SDM yang tidak merata, baik secara kualitas maupun kuantitas.
5.        Terbatasnya sarana teknologi dan sistem informasi yang ada di KUA. Semakin cepatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi yan cepa di   masyaraka belum   dapa diimbang KUA   dalam memenuhi kebutuhan itu. Masyarakat moderyang serba cepat dan instan, efisiensi biaya dan kepraktisan, seperti pendaftaran nikah online belum dapat dapat KUA berikan, termasuk juga di dalamnya dalam layanan keterbukaan informasi yang bersifat elektronik.
Dari beberapa kendala tersebut, KUA tetap dituntut untuk mampu memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Hal ini, karena KUA memiliki tugas yang sangat krusial dalam hal menjaga kemaslahatan umat. Jadi KUA tidak boleh berleha-leha hanya karena banyaknya kendala-kendala yang dihadapi. KUA harus menjadi dambaan masyarakat di kecamatan dengan memberikan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mempublikasikan peran, fungsi dan tugas KUA pada masyarakat. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami sepenuhnya tugas dan fungsi (tusi) KUA. Jika masyarakat sudah mengenal dan mengetahui tugas dan fungsi KUA, maka tidak menutup kemungkinan KUA bisa menjadi tauladan dan acuan masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya. Jadi KUA harus memperbaiki imagenya dengan meberikan pelayanan yang sebaik-baiknya walaupun banyak rintangan dan kendala yang dihadapi.
Untuk memberikan pelayanan yang baik maka keberadaan KUA masih perlu dibenahi dan perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang urusan (hukum) Islam. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran KUA sesuai tugas dan fungsinya adalah
1.      Memberikan kesadaran kepada masyarakat melalui penyuluhan dan penyampaian informasi kepada masyarakat tentang tugas, fungsi, dan bidang garapan KUA adalah tidak hanya terbatas pada pencatatan nikah, akan tetapi pada bidang-bidang garapan lainnya seperti waris, pengelolaan zakat, wakaf, penyelenggaraan haji, produk halal, dan lain-lain.
2.      Di lingkup KUA harus ada Standard Operational Procedure (SOP) sehingga ketika melakukan kegiatan-kegiatan keislaman harus berdasarkan SOP.
3.      Penambahan personil yang disesuaikan dengan bidang garapanya.
4.      Personil KUA harus rutin melakukan pelatihan-pelatihan baik yang diadakan oleh kementerian agama maupun kementerian lainya agar sumber daya manusia KUA memadai. Seperti misalnya pelatihan tentang sistem informasi dan teknologi
5.      Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa posisi KUA setingkat dengan Camat karena bertugas di bidang urusan agama pada lingkup kecamatan. Hal ini dilakukan agar KUA mendapatkan rasa hormat dari masyaraka sehingga seluruh program kerja dapat diterima oleh masyarakat.
6.      Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai khususnya di bidang IT.
Pada dasarnya eksistensi KUA sangat diharapkan dalam mengahadapi era globalisasi yang banyak memberikan dampak buruk pada masyarakat. Oleh karena itu, KUA harus terus berbenah agar pelayananya terhadap masyarakat bisa maksimal. Secara keseluruhan, seluruh elemen Kementerian Agama harus mengoptimalkan peran hubungan masyarakat serta pengelola informasi dan dokumentasi di setiap satuan kerja agar memahami terhadap setiap perubahan sosial dan publik yang sedang berlangsung. Hal ini akan merubah pandangan masyarakat secara timbal balik terhadap Kementerian Agama. Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan semua lini informasi yang dimiliki di semua  level,  Kementerian  Agama  pasti  bisa  dengan  mudah  membagi informasi  untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Semakin massif upaya image building dilakukan, maka akan membawa dampak langsung dan tidak  langsung  bagi  terwujudnya  Kementerian  Agama  yang  profesional, bersih dan akuntabel.








BAB IV
KESIMPULAN

A.      Kesimpulan
Deskripsi   da analisis   pada   bab-ba terdahulu   tela memberi gambaran peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan. Dari paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Peran KUA begitu strategis karena berhadapan langsung dengan masyarakat. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004. peran-peran yang dapat dilakukan oleh KUA dalam menangani masalah paham keagamaan menyimpang, intoleransi dan radikalisme ditingkat kecamatan dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Mengadakan sosialisasi kemasyarakat dengan membawa tema perdamaian dan anti kekerasan, 2) Rutin memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang Agama Islam yang  sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Saw, 3) Melakukan kerjasama dengan pemerintah setempat, organisasi masyarakat, organisasi pemuda dalam mencegah masuknya paham-paham radikalisme dalam masyarakat. 4) menjadi fasilitator dialog lintas agama, 5) Ikut berperan aktif dalam mengatasi apabila muncul indikasi adanya pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan. Upaya menangkal dan memerangi penyimpangan paham keagamaan, intoleransi dan radikalisme harus terus menerus dilakukan. Dalam memerangi permasalahan tersebut harus mempertimbangkan hukum, sosial, dan budaya bangsa karena bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.
2.    Keberadaan KUA sebagai ujung tombak Kementerian Agama  dalam menangani intoleransi dan radikalisme di masyarakat bukan tanpa permasalahan. Kenyataan di lapangan jangankan untuk mengembangkan peran-peran lain, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang telah ada pun ternyata belum bisa optimal. Secara umum, kendala-kendala yang sering dihadapi oleh KUA adalah  sebagai berikut: 1) Masyarakat susah dalam menghilangkan paham-paham yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang mereka; 2) Masyarakat lebih percaya pada Tokoh agama dan toko adat setempat ketimbang pada KUA; 3) Masyarakat lebih patuh dan taat pada pemerintah dalam hal ini Camat daripada KUA; 4) Jumlah pegawai pelaksana yang ada di tiap KUA belum ideal; 5) Terbatasnya sarana teknologi dan sistem informasi yang ada di KUA. Dari beberapa kendala tersebut, KUA tetap dituntut untuk mampu memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Hal ini, karena KUA memiliki tugas yang sangat krusial dalam hal menjaga kemaslahatan umat.
B.       Saran
Tulisan ini masih kebanyakan bersifat penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan beberapa literatur karena waktu penyusunan yang terbatas.  Diperlukan kajian yang lebih komprehensif dan mendalam yang lebih intensif untuk menemukan fakta-fakta yang lebih jelas. Adapun saran-saran yang menulis sampaikan diantaranya:
1.    Memberdayakan KUA dengan meningkatkan SDM dalam memahami aqidah, syariah dan hukum-hukum Islam.
2.    Mempererat hubungan KUA dengan pihak-pihak terkait, seperti Camat, Kepolisian, Koramil dan organisasi masyarakat setempat agar penanganan permasalahan keagamaan pada tingkat kecamatan dapat diatasi.
3.    Menjadikan penanganan penyimpangan paham keagamaan, intoleransi dan radikalisme sebagai tugas KUA dengan dasar hukum yang jelas.









DAFTAR PUSTAKA

Adjieh, Muhammad Ade Mufti. Agama dan Konflik Sosial. https://muftiadjie.wordpress.com/2015/10/26/agama-dan-konflik-sosial/.
Amin, Ma’ruf. Identifikasi Genealogi Aliran Menyimpang https://www.facebook.com/notes/hadya-noer/identifikasi-genealogi-aliranmenyimpang/ 730442413657510/
Asy’arie, Musa. Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual.Yogyakarta: Lesfi.2002
Hasib, Ahmad Kholili. Menista Agama adalah Tindakan Kriminal http://m.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/10/21/103056/menista-agama-adalah-tindakan-kriminal.html
Hilmy, Masdar. ”The Politics of Retaliation: the Backlash of Radical Islamists to Deradicalization Project in Indonesia”. Al-Jami‘ah: Journal of Islamic Studies. Vol. 51. No. 1. 2013 M/1434 h. 133
https://almanhaj.or.id/3579-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaah-1.html
https://amrullahgerlang.wordpress.com/2013/04/23/strategi/
http://regional.kompas.com/read/2015/02/05/1723324/Kemenag.Sultra.Soroti.Ormas.Gafatar.yang.Dinilai.Sesat
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/09/25/ncfny3-presiden-cegah-radikalisme-dengan-cara-tepat
Kuntowijoyo. Paradigma Islam. Bandung : Mizan. 1991
Ma’arif, Syamsul. Ideologi Pesantren Salaf: Deradikalisasi Agama. Jurnal Ibda’ Kebudayaan Islam Vol. 12. No. 2. Juli - Desember 2014
Makalah Mayjen TNI Agus SB. Deputi 1 Bidang Pencegahan. Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT. Pemetaan Ancaman Radikalisme Agama Terhadap NKRI.
Markowitz, Norman. “Radical and Radicalisme” dalam (Dictionary of American History.2003). http://www.encyclopedia.com.
Mulyana, Deddy & Jalaluddin, Rakhmat. Komunikasi antarbudaya. Remaja Rosdakarya. 1990
Noor, Rusdian. Peran Strategis Kua Dalam Menciptakan Keluarga Sakinah Di Kec Kaubun http://paradigmabarukuakaubun.blogspot.sg/2014/05/lomba-karya-tulis-ilmiah-penghulu.html Diunduh pada tanggal 03/05/2017
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia( Nomor 34 Tahun 2016 Bab I Pasal I)
Rojak, Abdul. Peran Tokoh Agama dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme https://banten.kemenag.go.id/opini/500/peran-tokoh-agama-dalam-menangkal-radikalisme-dan-terorisme
Saifi. Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov. Kalimantan Timur . https://kaltim.kemenag.go.id/berita/358513/waspadai-perkembangan-paham-keagamaan-yang-menyimpang
Sadily, Hasan (Pemred)  Ensiklopedi Indonesia. Ikhtiar Baru –Van Hoeve. 1984.
Suaedy, Ahmad. Menangkal Radikalisme dengan Pendekatan Lokal http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Menangkal-Radikalisme-dengan-Pendekatan-Lokal/
Syihab, Alwi. Islam Inklusif. Bandung: Mizan 1Q9S
Tribrata News. Antisipasi Radikalisasi. Kapolda Sultra Tingkatkan Pengawasan Perairan. http://tribratanewssultra.com/artikel-722-Antisipasi-Radikalisasi.-Kapolda-Sultra-Tingkatkan-Pengawasan-Perairan-.html
Tim Penyusun BPPS Fakultas Tarbiyah. Pedoman Penulisan Skripsi. (Surabaya: IAIN   Sunan Ampel Surabaya. 2008)
Ursula Florence. Laporan tindak intoleransi beragama dan berkeyakinan 2016 meningkat http://www.rappler.com/indonesia/sosial/159998-intoleransi-beragama-berkeyakinan-2016
Zainiyati, Salamah, Husniyatus. "Pendidikan Multikultural: Upaya Membangun Keberagamaan Inklusif di Sekolah." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 1,2 (2014)







[1] Deddy Mulyana  and Rakhmat Jalaluddin. Komunikasi antarbudaya. (Remaja Rosdakarya, 1990 )Hal. 3
[2] Alwi Syihab, Islam Inklusif, (Bandung: Mizan 1Q9S), hal. 40.
[3] Deddy Mulyana  and Rakhmat Jalaluddin, Opcit. Hal 3
[4] Musa Asy’arie, Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual,(Yogyakarta: Lesfi,2002), hal.10
[5] Zainiyati, Husniyatus Salamah. "Pendidikan Multikultural: Upaya Membangun Keberagamaan Inklusif di Sekolah." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 1.2 (2014)
[6] Muhammad Ade Mufti Adjieh. Agama dan Konflik Sosial. https://muftiadjie.wordpress.com/2015/10/26/agama-dan-konflik-sosial/. Diunduh pada tanggal 03/05/2017
[7]  Ahmad Suaedy, Menangkal Radikalisme dengan Pendekatan Lokal http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Menangkal-Radikalisme-dengan-Pendekatan-Lokal/ Diunduh pada tanggal 03/05/2017
[8] Rusdian Noor, Peran Strategis Kua Dalam Menciptakan Keluarga Sakinah Di Kec Kaubun http://paradigmabarukuakaubun.blogspot.sg/2014/05/lomba-karya-tulis-ilmiah-penghulu.html Diunduh pada tanggal 03/05/2017
[9] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia( Nomor 34 Tahun 2016 Bab I Pasal I) hal. 3
[10] Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam, (Bandung : Mizan ) hal. 125
[11] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia (Nomor 34 Tahun 2016 Bab I Pasal I) hal. 4
[12] Norman Markowitz, “Radical and Radicalisme” dalam (Dictionary of American History,2003). http://www.encyclopedia.com.
[13] Sadily, Hasan (Pemred)  Ensiklopedi Indonesia. Ikhtiar Baru –Van Hoeve. 1984.
[14] Syamsul Ma’arif: “Ideologi Pesantren Salaf: Deradikalisasi Agama”, Jurnal Ibda’ Kebudayaan Islam Vol. 12, No. 2, Juli - Desember 2014. h. 201
[15] Ibid
[16] Lihat Masdar Hilmy, ”The Politics of Retaliation: the Backlash of Radical Islamists to Deradicalization Project in Indonesia”, Al-Jami‘ah: Journal of Islamic Studies, Vol. 51, No. 1, 2013 M/1434 h, 133
[17] Ibid., h. 134 dan 136
[18] Makalah Mayjen TNI Agus SB, Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Pemetaan Ancaman Radikalisme Agama Terhadap NKRI,
[19] Ma’ruf Amin, Identifikasi Genealogi Aliran Menyimpang https://www.facebook.com/notes/hadya-noer/identifikasi-genealogi-aliranmenyimpang/ 730442413657510/
[21] https://almanhaj.or.id/3579-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaah-1.html
[22] Tim Penyusun BPPS Fakultas Tarbiyah, Pedoman Penulisan Skripsi, (Surabaya: IAIN   Sunan Ampel Surabaya, 2008) h.7
[23] Ursula Florence. Laporan tindak intoleransi beragama dan berkeyakinan 2016 meningkat http://www.rappler.com/indonesia/sosial/159998-intoleransi-beragama-berkeyakinan-2016
[24] Ahmad Kholili Hasib, Menista Agama adalah Tindakan Kriminal http://m.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/10/21/103056/menista-agama-adalah-tindakan-kriminal.html
[25] Tempo 5 Mei 2013 , https://m.tempo.co/read/news/2013/05/05/058478061/ratusan-orang-serang-rumah-jemaah-ahmadiyah
[26]http://regional.kompas.com/read/2015/02/05/1723324/Kemenag.Sultra.Soroti.Ormas.Gafatar.yang.Dinilai.Sesat
[27] TribrataNews. Antisipasi Radikalisasi, Kapolda Sultra Tingkatkan Pengawasan Perairan. http://tribratanewssultra.com/artikel-722-Antisipasi-Radikalisasi,-Kapolda-Sultra-Tingkatkan-Pengawasan-Perairan-.html
[28] HR. Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), dan lainnya. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”. Silahkan baca penjelasan hadits ini dan fawa-idnya dalam buku penulis “Wasiat Perpisahan”, Pustaka at-Taqwa.
[29] Jami’ Bayanil ‘Ilmi, hlm. 248. Dinukil dari Mauqif Ahli Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa` wal Bida`, hlm. 687.

[30] Rusdian Noor, Peran Strategis Kua Dalam Menciptakan Keluarga Sakinah Di Kec Kaubun http://paradigmabarukuakaubun.blogspot.sg/2014/05/lomba-karya-tulis-ilmiah-penghulu.html Diunduh pada tanggal 03/05/2017
[31] Muslih, Tugas dan Fungsi KUA Bukan Hanya Tukang Baca Doa dan Menikahkan https://jateng.kemenag.go.id/berita/484314/tugas-dan-fungsi-kua-bukan-hanya-tukang-baca-doa-dan-menikahkan
[32] Saifi, Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov. Kalimantan Timur , https://kaltim.kemenag.go.id/berita/358513/waspadai-perkembangan-paham-keagamaan-yang-menyimpang
[33] Abdul Rojak, Peran Tokoh Agama dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme https://banten.kemenag.go.id/opini/500/peran-tokoh-agama-dalam-menangkal-radikalisme-dan-terorisme

No comments:

Post a Comment