PERAN KUA DALAM MENANGANI PAHAM KEAGAMAAN YANG
MENYIMPANG, INTOLERANSI DAN RADIKALISME PADA
TINGKAT KECAMATAN.
CONTOH KARYA TULIS ILMIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang majemuk[1]
baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Adanya perbedaan
dalam kehidupan masyarakat sesungguhnya membuat kehidupan masyarakat itu
dinamis, penuh warna, tidak membosankan, dan membuat antara yang satu dengan
lainnya saling melengkapi dan saling membutuhkan. Dengan kata lain pluralitas
memperkaya kehidupan dan menjadi esensi kehidupan masyarakat sehingga tindakan
untuk menolak ataupun menghilangkan adanya pluralitas, pada hakekatnya menolak
esensi kehidupan[2]. Namun, jika tidak dikelola dengan
baik, akan menimbulkan berbagai macam prasangka negatif antar individu dan
kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial
dan sering mengakibatkan terjadinya konflik[3].
Konflik sosial yang seringkali muncul di masyarakat pada umumnya
disebabkan oleh konflik antar umat beragama. Permasalahan yang sering kita temui dalam kehidupan beragama yang
plural adalah kecurigaan dan adanya kesalahfahaman dari satu penganut agama
terhadap sikap perilaku agama lain sehingga muncul berbagai konflik dan
mengindikasikan terjadinya perpecahan[4].
Sebagai contoh Konflik di Ambon, Papua, maupun Poso, seperti api dalam
sekam, sewaktu-waktu bisa meledak, walaupun berkali-kali bisa diredam[5].
Selain itu, konflik akibat perbedaan agama juga melanda dunia di kawasan Eropa,
Amerika, Timur Tengah dan Afrika. Sejarah
mencatat terjadinya Perang Salib yang berlangsung selama berabad-abad antar
Islam-Kristen, Perang saudara Hindu-Muslim di India, Perang Arab-Israel di
Timur, kehancuran pengikut David Koresh di Texas Amerika Serikat, perang
Muslim-Kristen di Bosnia Herzegovina[6].
Konflik agama terbukti telah menghancurkan peradaban yang sangat dahsyat.
Islam merupakan agama mayoritas masyarakat
Indonesia. Islam esensinya merupakan agama yang memberikan keamanan, kenyamanan,
ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Agama Islam dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw. yang memiliki kepribadian
yang suci, memiliki akhlaqul karimah dan sifat-sifat yang terpuji, sebagaimana
dijelaskan oleh ayat-ayat Al-Qur’an antara lain :
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ
لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ
فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا
عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩
Artinya: Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159)
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw.
merupakkan manusia memiliki sifat yang lemah-lembut serta hati beliau terasa
amat berat atas penderitaan yang menimpa pada manusia, maka beliau berusaha
keras untuk membebaskan dan mengangkat penderitaan yang dirasakan oleh manusia
tersebut. Jadi inti dari ajaran agama Islam adalah kedamaian dan toleransi.
Namun akhir-akhir ini muncul fenomena ajaran yang
menyimpang dalam Islam. Ideologi radikalisme yang lebih keras dan tidak
mengenal toleransi mulai banyak bermunculan ditengah-tengah masyarakat.
Kemunculan paham radikalisme diakibatkan oleh realitas kehidupan yang semakin
jauh dari nilai-nilai Islam. Kondisi ini menyebabkan sebagian Muslim memberikan
reaksi yang kurang proporsional. Sebagian kelompok umat Islam dalam berdakwah
banyak menggunakan sedikit kekerasan, sehingga ketika melihat kemaksiatan dan
kemunkaran mereka langsung menanggapinya dengan emosional dan angkat senjata. Selain
itu, Menurut Abou al Fadl, salah satu sebab penting bagi munculnya paham dan
aksi-aksi radikal dalam Islam adalah lunturnya otoritas dalam keagamaan (Islam) [7].
Di masa lalu, fiqh dan para fuqoha atau ulama di dalam Islam memiliki
legitimasi yang kuat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat di luar
hukum-hukum yang ditetapkan oleh suatu pemerintahan atau hukum positif.
Modernisasi dan globalisasi telah membuat semua orang bisa akses terhadap
sumber-sumber ajaran secara langsung sehingga menimbulkan lunturnya pengaruh
pemuka agama dan guru.
Munculnya paham radikalisme dan sifat intoleransi tentu
menjadi permasalahan Islam untuk saat ini. Radikalisme menjadi noda bagi ajaran
Islam yang identik dengan kedamaian dan toleransi. Untuk itu perlu adanya
upaya-upaya dari para tokoh agama untuk
mencegah maraknya paham radikalisme dan intoleransi di masyarakat. Salah
satunya adalah dengan meningkatkan kinerja Kepala Kantor Urusan Agama (KUA). KUA bertugas sebagai perpanjangan tangan dari
Kantor Kementerian Agama di bidang urusan Agama Islam di tingkat wilayah
kecamatan, maka dalam pelaksanaannya, keberadaan KUA tidak hanya melakukan
pencatatan nikah, tetapi juga melakukan pembinaan keagamaan di tingkat
Kecamatan. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004
tentang pencatatan nikah, dijelaskan bahwa banyak tugas yang harus dilakukan
oleh KUA; antara lain pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah, ibadah sosial,
produk halal, kemitraan, zakat, wakaf, ibadah haji dan kesejahteraan keluarga.
Dengan demikian, KUA juga banyak berperan dalam upaya peningkatan kualitas
kehidupan beragama di kalangan masyarakat[8].
KUA merupakan lembaga
yang berperan penting dalam mengatasi permasalahan keagamaan di tingkat
kecamatan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KUA tidak selalu berjalan
mulus tetapi banyak mengalami kendala baik dari segi sarana dan prasarana
maupun dari segi SDM-nya. Oleh karena itu, KUA harus mendapatkan perhatian
serius dalam dukungan teknis, kompetensi dan kemampuanya karena KUA merupakan
pejabat fungsional yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Untuk itulah
tulisan diarahkan untuk menjelaskan betapa vitalnya peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang
menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran di atas, maka teridentifikasi suatu
permasalahan dalam karya ilmiah ini yakni sejauh mana peran KUA dalam menangani
paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat
kecamatan. Dari identifikasi masalah ini, disusun sejumlah pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimana Peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang,
intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan?
2. Apa saja yang menjadi kendala-kendala KUA
dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme
pada tingkat kecamatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan tulisan ini adalah
a.
Untuk mengetahui Peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang
menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan
b.
Untuk mengetahui kendala-kendala KUA dalam menangani paham keagamaan
yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan
2. Manfaat Penulisan
a.
Memberikan sumbangan pemikiran bagi Kepala KUA dalam menentukan
arah kebijakan yang lebih baik dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi
dan radikalisme.
b.
Memberikan gambaran dan informasi tentang konsep
KUA dalam menangani
paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme.
c. Sebagai bahan referensi keilmuan
dan memperkaya khazanah kepustakaan pada lembaga departemen keagamaan.
D. Sistematika Penulisan
Data-data yang telah dikaji disampaikan dalam bentuk laporan penulisan
dengan menyusunnya dalam bentuk bab demi bab. Bab pertama berisi tentang pendahuluan meliputi latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan serta sistematika penulisan.
Bab kedua, berisi tentang kajian
teoritis dan metodologi penulisan meliputi kajian teoritis, kerangka berfikir
dan metodologi penulisan. Bab ketiga,
Analisis dan Pembahasan, meliputi deskripsi dan analisis masalah. Bab keempat, berisi kesimpulan meliputi
kesimpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENELITIAN
A. Kajian Teoritis
1. Tugas dan Kewenangan Kantor Urusan Agama
Kantor Urusan Agama
adalah unit kerja terdepan yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di
bidang agama Islam. Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat KUA
kecamatan adalah unit pelaksanan teknis pada kementerain agama, berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada direktur jenderal bimbingan masyarakat Islam dan
secara operasional dibina oleh kepala kementerian agama kabupaten/kota[9]. Institusi Kantor Urusan Agama berdasarkan
fakta sejarah sebenarnya telah ada sejak jaman kerajaan dan penjajahan, hanya sebutan
istilah saja yang berbeda. Istilah pemangku Kantor Urusan Agama ini pada masa
kerajaan Mataram Islam dikenal dengan istilah reh-penghulon, yang memiliki otoritas dalam menjalankan hukum Islam di lingkungan
kerajaan atau pusat pemerintahan dan sampai pada tingkat paling bawah yaitu
kewedanaan atau kecamatan[10].
Adapun peran, fungsi,
tugas dan garapan Kantor Urusan Agama dalam Urusan Agama Islam adalah sebagai
berikut[11]:
a. Memberikan Pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan
pelaporan nikah rujuk
b. Memberikan penyusunan statistik layanan dan bimbingan
masyarakat Islam
c. Memberikan pengelolaan dokumentasi dan sistem
informasi manajemen KUA kecamatan
d. Memberi pelayanan bimbingan keluarga sakinah
e. Memberi pelayanan di bidang kemasjidan
f. Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah
g. Pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam
h. Pelayanan Bimbingan Zakat dan Wakaf
i. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA
kecamatan
j. Dan lain-lain.
Peran, tugas, dan
fungsi KUA sebagaimana telah dijelaskan menunjukan bahwa otoritas KUA merupakan
bagian tak terpisahkan dari Kementerian Agama yang berada di lingkungan wilayah
tingkat Kecamatan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam
pelaksanaan hukum Islam di Indonesia.
2. Paham Keagamaan Menyimpang, Intoleran dan Radikalisme
Umat Islam di Indonesia saat ini sedang
menghadapi masalah besar dengan munculnya kelompok-kelompok yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran
agama. Kemunculan kelompok-kelompok tersebut sangat berdampak buruk karena
pemahaman keagamaannya telah menyimpang terlalu jauh dari prinsip-prinsip
ajaran agama. Paham keagamaan yang menyimpang menyebabkan munculnya sifat
intoleran dan radikalisme. Intoleran dan radikalisme adalah Sikap atau tindakan
kekerasan terhadap pemeluk agama tertentu semata-mata karena mereka menganut
keyakinan agama yang berbeda dan atau bertolak belakang dengan keyakinan agama
yang kita anut. Radikalisme agama dalam banyak kesempatan telah terbukti
berdampak pada munculnya sikap ekstrimisme, di mana sikap tersebut sangat
berpotensi memunculkan tindakan terorisme.
Radikalisme, secara etimologis dalam
bahasa Arab sering disebut dengan istilah tatarruf dan bersinonim dengan
istilah ifrat (keterlaluan) atau ghuluw (melampaui batas). Kata “radikal”,
dalam Dictionary of American History, lebih popular digunakan untuk menunjukkan
individu, partai, dan gerakan yang berkeinginan merubah keberadaan sesuatu
praktik, institusi, atau sistem sosial secara cepat. Dalam politik, “radikal”
sering digunakan untuk seseorang dan sebuah partai yang merefleksikan pandangan
kelompok kiri [12].
Adapun menurut terminologi, radikalisme
ialah sebuah paham atau aliran yang sering berpandangan kolot, bertindak dengan
menggunakan kekerasan dan bersifat ekstrem untuk merealisasikan cita-citanya.
Hal ini didasarkan pada pengertian yang bersumber dari beberapa referensi.
Pertama, Ensiklopedi Indonesia yang mengartikan radikalisme dengan semua aliran
politik, yang para pengikutnya menghendaki konsekuensi yang ekstrem,
setidak-tidaknya konsekuensi yang paling jauh dari pengejawantahan ideologi
yang mereka anut.[13]
Kedua, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , yang menjelaskan radikalisme adalah
paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik dengan cara kekerasan atau drastis. Ketiga, radikalisme adalah gerakan
yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan
keyakinan mereka [14].
Secara historis, radikalisme agama terdiri dari dua bentuk.
Pertama, radikalisme dalam pikiran (yang sering disebut sebagai
fundamentalisme). Kedua, radikalisme
dalam tindakan (disebut terorisme). Radikalisme yang bermetamorfosis dalam
tindakan yang anarkis biasanya menghalalkan cara-cara kekerasan dalam memenuhi
keinginan atau kepentingan[15].
Diantara faktor-faktor yang
memunculkan radikalisme dalam bidang agama, antara lain, (a) pemahaman yang
keliru atau sempit tentang ajaran agama yang dianutnya, (b) ketidakadilan
sosial, (c) kemiskinan, (d) dendam politik dengan menjadikan ajaran agama
sebagai satu motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan (e) kesenjangan sosial
atau irihati atas keberhasilan orang lain.
Paham
keagamaan Islam radikal adalah paham, ideologi, atau keyakinan keagamaan Islam
yang bermaksud melakukan perubahan masyarakat dan negara secara radikal, yaitu
mengembalikan Islam sebagai pegangan hidup bagi masyarakat maupun individu.
Oleh karena perubahan ini dilakukan secara radikal, maka bagi paham ini,
memungkinkan dilakukannya tindakan radikalisme, apabila upaya semangat kembali
pada dasar-dasar fundamental Islam ini mendapat rintangan dari situasi politik
yang mengelilinginya terlebih lagi bertentangan dengan keyakinannya.
Terdapat
beberapa karakteristik bagi paham keagamaan Islam radikal, yaitu:
a.
Menghendaki pelaksanaan hukum Islam dan norma-normanya
secara komprehensif dalam kehidupan, sesuai apa yang dimodelkan oleh Rasulullah
Saw. sehingga memiliki sikap keberagamaan yang fanatik. Menurut Masdar Hilmy,
paham Islam radikal menekankan adanya visi Islam sebagai doktrin agama dan
sebagai praktik sosial sekaligus, mengintegrasikan antara din, dunya dan dawlah
berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah. Puncak dari keyakinan ini adalah pendirian
”negara Islam”.[16]
b.
Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an terkait hubungan
sosial, perilaku keagamaan dan hukuman kejahatan secara literal-tekstual.
Penafsiran rasional-kontekstual tidak diperlukan sepanjang al-Qur’an telah
menyatakannya secara eksplisit. Paham ini menilai semua yang tidak dimunculkan
al-Qur’an bernilai bid’ah, termasuk konsep Barat semisal demokrasi dan lainnya.
Di sini, penggunaan simbol-simbol Islam menjadi determinan karakter paham ini,
pada saat yang sama pemurnian Islam menjadi teologi yang dipertahankan[17].
c.
Model penafsiran literal-tekstual memunculkan sikap
intoleransi terhadap semua paham atau keyakinan yang bertentangan dengannya,
sekaligus bersikap eksklusif dengan membedakan diri dari orang kebanyakan.
Sikap intoleransi didasarkan pada pendekatan Manichean atas realitas. Dalam
pendekatan ini, dunia hanya berisi dua hal, yaitu baik-buruk, halal-haram,
iman-kufur, dan seterusnya, dengan mengabaikan ketentuan-ketentuan hukum lain,
semisal sunnah, makruh dan mubah. Adapun sikap eksklusif muncul karena
“menutup” atas pengaruh luar yang dinyatakannya sebagai ketidakbenaran.
d.
Interpretasi di atas menghasilkan pandangan yang
revolusioner, yaitu ingin merubah secara terus-menerus, sehingga memungkinkan
dilakukannya tindakan kekerasan, selama tujuan yang diinginkan belum tercapai.
Dalam pandangan BNPT,
setidaknya ada 5 tipologi kelompok radikal yang berkembang di Indonesia saat
ini. Pertama, Kelompok Radikal Gagasan.
Kelompok ini adalah kelompok yang dapat dikatakan radikal dari segi gagasan dan
pemikirannya, namun tidak menggunakan tindakan kekerasan. Kedua, Kelompok Radikal Non Teroris Kelompok ini
bergerak dalam bentuk residivis kelompok radikal non terorisme, gangsterisme
atau vandalism. Ketiga, Kelompok Radikal
Milisi Kelompok ini merupakan kelompok milisi yang terlibat dalam
konflik-konflik komunal seperti konflik Ambon dan Poso. Contoh dari kelompok
ini adalah Laskar Jihad, Laskar Jundullah, dan Laskar Mujahidin Indonesia.
Keempat, Kelompok Radikal Separatis
Kelompok ini mempunyai tujuan untuk memisahkan diri dari Indonesia, seperti
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Negara Islam Indonesia (NII). Kelima, Kelompok Radikal Terorisme Kelompok ini
mempunyai tujuan untuk menegakkan hukum hukum Islam dengan melakukan aksi-aksi
terorisme[18].
3. Prespektif Islam Tentang
Paham Keagamaan Menyimpang, Intoleran dan Radikalisme
Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang,
bersikap lembut, berbuat baik dan adil serta membangun sikap toleransi. Namun akhir-akhir
muncul segelintir orang yang memiliki paham-paham tersendiri. Kemunculan mereka
ditengarai dengan prinsip dasar yang mereka anut dalam memahami nash. Mereka
berkeyakinan bahwa nash merupakan teks terbuka yang bisa didekati dengan cara
dan metode apapun, tidak harus dengan cara dan metode tertentu (al-manhaj
fifahmi an-nushus) sebagaimana yang telah diformulasikan oleh para ulama[19]. Pembebasan
penafsiran/pentakwilan nash dengan tanpa memperhatikan sistem dan metodologi
sangatlah berbahaya, karena bisa menerjang makna terdalam nash (mafhum
an-nash). Pemahaman terhadap nash yang seperti ituwalaupun sesuai dengan
kehendak nash tetaplah dianggap salah dan tercela, sebagai sabda rasulullah SAW:
Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya
(semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka[20].
Larangan
menafsirkan al’qur’an secara asal-asalan bukan tanpa sebab. Hal ini karena
kesalahan pemahaman akan memunculkan pemahaman penyimpangan
lainya seperti munculnya radikalisme dan intoleransi. Radikalisme agama dapat
diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat
mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang
penganut dari paham atau aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang
yang berbeda paham atau aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang
dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.
Bahkan dalam
al-Qur’an, Allah menegaskan Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin (pembawa
rahmat bagi seluruh alam). Allah SWT berfirman:
وَمَآ
أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ ١٠٧
Artinya: Dan tiadalah Kami utus engkau (ya
Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya, 107).
Pada
dasarnya Al-Qur'an itu diturunkan sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perdamaian itu masuk kedalam kategori
kebaikan. Jadi sudah jelas Al-Qur'an akan
mengajarkan kebaikan dan melarang perbuatan yang buruk. “Rahmat” itu sebuah
kata yang berasal dari bahasa arab yang maknanya ialah kelembutan, pengampunan
dan kasih sayang . Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “rahmat” maknanya
ialah kurnia, kebajikan, dan belas kasih.
Islam juga
memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk menjalankan misi menyerukan manusia
kepada kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran. Tetapi bila mencegah kemunkaran itu menimbulkan kemunkaran yang lebih besar, maka mencegah kemunkaran
yang beresiko demikian harus ditinggalkan. Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
rahimahullah menerangkan: “Mengingkari atau mencegah kemungkaran itu ada empat
tingkatan yaitu:
a. Menyingkirkan kemunkaran dan digantikan dengan
lawannya (yaitu kemakrufan);
b. Menyingkirkan kemunkaran dengan menguranginya
walau pun tidak menghapuskan secara keseluruhan;
c. Menyingkirkan kemunkaran, tetapi kemudian
muncul kemunkaran yang serupa itu;
d. Menyingkirkan kemunkaran tetapi kemudian
muncul kemunkaran yang lebih jahat daripadanya[21].
Jadi
prinsip-prinsip dasar dalam Islam menunjukkan bahwa Islam adalah agama
rahmah bagi kaum Muslimin sendiri maupun bagi seluruh umat manusia. Islam
sangat membenci aksi kezaliman apa pun bentuknya. Karena Islam senantiasa
mengajarkan dan memerintahkan kepada umatnya untuk menjunjung tinggi kedamaian,
persahabatan, dan kasih sayang (rahmatan lil ‘alamin).
Bahkan al-Qur’an menyatakan bahwa orang yang melakukan aksi kezaliman termasuk
golongan orang yang merugi dalam kehidupannya. Di dunia akan di cap sebagai
pelaku kejahatan dan di akhirat kelak akan dimasukkan ke dalam api neraka
Jahannam. Allah Swt. berfirman:
قُلۡ
هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا ١٠٣ ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ
فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا ١٠٤
أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بَِٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ وَلِقَآئِهِۦ فَحَبِطَتۡ
أَعۡمَٰلُهُمۡ فَلَا نُقِيمُ لَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَزۡنٗا ١٠٥
Artinya:
103. Katakanlah: "Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"
104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia
ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. 105.
mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan
(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan
Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
Berdasarkan ayat tersebut, maka
dapat dipahami ada pemahaman amar
ma’ruf nahi mungkar, yang
juga bisa mendatangkan pemahaman keliru sehingga mengidentikkannya dengan
kekerasan.
Jadi, intoleransi dan radikalisme tidak sesuai degan
ajaran Islam sehingga tidak patut dialamatkan ke
dalam agama Islam, karena sesungguhnya Islam tidak ada yang namanya
radikalisme. Dalam Al Qur’an dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk
saling menghormati dan menyayangi serta bersikap lemah lembut kepada orang lain
meskipun orang itu penganut agama lain.
B. Kerangka Berfikir
Islam merupakan agama mayoritas masyarakat
Indonesia. Islam sejatinya adalah agama yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Namun
akhir-akhir ini muncul fenomena ajaran yang menyimpang dalam Islam. Ideologi
radikalisme yang lebih keras dan tidak mengenal toleransi mulai banyak
bermunculan ditengah-tengah masyarakat. Kemunculan paham radikalisme
diakibatkan oleh realitas kehidupan yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam.
Munculnya paham radikalisme dan sifat intoleransi tentu menjadi permasalahan
Islam untuk saat ini. Radikalisme menjadi noda bagi ajaran Islam yang identik
dengan kedamaian dan toleransi. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya dari para tokoh agama untuk mencegah maraknya
paham radikalisme dan intoleransi di masyarakat. Salah satunya adalah dengan
meningkatkan kinerja Kepala Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi KUA sebagai kepanjangan tangan dari Kementerian Agama memiliki peran
untuk menangani paham keagamaan yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme
pada tingkat kecamatan. Peran KUA dalam menangani permasalahan tersebut tidak
mungkin berjalan mulus, pasti ada kendala-kendala dalam proses pelaksanaanya.
Namun, KUA diharapkan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
C. Metodologi Penulisan
Dalam penelitian
ini,
peneliti akan
menggunakan dua metode: pertama, menggunakan library
research yang mana metode penelitian
ini nantinya menggunakan
teori-teori yang diambil dari buku literature, internet, majalah,
brosur/pamflet atau karya tulis lain yang mendukung dan relevan dengan judul karya
tulisan ilmiah ini. Kedua,
peneliti menggunakan penelitian
lapangan (field research) yang sesuai dengan obyek yang peneliti pilih.[22]
Oleh karena itu karya ilmiah ini bersifat kualitatif, yakni berusaha
mengeksplorasi peranan KUA dalam Paham Keagamaan yang menyimpang, Intoleransi
dan Radikalisme. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi serta pengamatan lapangan
(observasi). Data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan dinalisis
secara deskriptif-analitik, melalui tahap-tahap: editing, klasifikasi data,
reduksi data, dan interpretasi untuk memperoleh kesimpulan.
BAB III
PERAN KUA DALAM MENANGANI PAHAM KEAGAMAAN
YANG MENYIMPANG, INTOLERANSI DAN RADIKALISME PADA TINGKAT KECAMATAN
A. Deskripsi Masalah
Sikap intoleransi dan radikalisme akhir-akhir ini semakin menghawatirkan. Angka tindakan intoleran di Indonesia meningkat pada tahun 2016. Berdasarkan hasil survei Setara Institute
selama tahun lalu mencatat ada 208 peristiwa kekerasan terhadap kebebasan
beragama dan berkeyakinan, yang dibarengi 270 tindakan. Angka tersebut
meningkat bila dibandingkan pada tahun 2015, di mana tercatat ada 197 peristiwa
dan 236 tindakan. “Ini meningkat signifikan bila dibanding tahun lalu,” kata
peneliti Kebebasan Beragama Setara Institute Halili di Jakarta pada Ahad, 29
Januari 2017 [23].
Penyebab meningkatnya sikap intoleransi dan
radikalime adalah karena masuknya paham-paham baru yang mengatasnamakan
Islam. Perkembangan aliran dan faham
keagamaan tak jarang menimbulkan konflik antarsesama pemeluk agama yang sama
maupun di antara pemeluk agama yang berbeda. Aksi Radikalisme yang terjadi
selama ini kebanyakan dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan dan
bernaung di bawah nama Islam. Islam dijadikan tameng oleh mereka untuk
melakukan aksinya. Selain itu mereka juga memelintir sejumlah pengertian dari
kitab suci. Teks agama dijadikan dalih oleh mereka untuk melakukan tindak
kekerasan atas nama jihad.
Pada hakikatnya warga negara Indonesia memiliki kebebasan dalam memilih
agama dan keyakinan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun termasuk
pemerintah. Hal ini sudah diatur dalam undang undang pasal 29 ayat 2 dijelaskan
bahwa setiap warga negara memiliki agama dan kepercayaanya sendiri tanpa ada
unsur paksaan dari pihak manapun. Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu, dalam Pasal 28I ayat
(1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Hal
ini dapat dibuktikan dari presentasi agama Indonesia berikut ini:
Tabel 1. Presentase Agama di Indonesia
Nama Agama
|
Persentase
(dari populasi total) |
Angka
Absolut (juta)
|
87.2
|
207.2
|
|
6.9
|
16.5
|
|
2.9
|
6.9
|
|
1.7
|
4.0
|
|
Buddha
|
0.7
|
1.7
|
Konghucu
|
0.05
|
0.1
|
Sumber: Badan Pusat
Statistik, Sensus Penduduk 2010
Jadi, setiap warga negara
Indonesia berhak memilih keyakinanya masing-masing. Akan tetapi, kebebasan
dalam keagamaan bukan tanpa adanya pembatasan. Setiap pemeluk agama tidak boleh
menyebarkan paham-paham baru yang bertentangan dengan agamanya, khususnya Agama
Islam yang menjadi agama mayoritas di negeri ini. Hal ini dkhawatirkan akan
muncul paham-baham baru yang lebih intoleran dan radikalisme. Larangan
penyebaran Aliran menyimpang sendiri dalam kerangka berpikir
menggunakan acuan UU No 1/PNPS/1965 pada Pasal 1 yang berbunyi” Setiap orang
dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau
mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama
yang dianut di indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai
kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana
menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu”
[24]. Larangan ini bermaksud
untuk mencegah terjadinya konflik sosial antar umat Islam maupun dengan agama
lain. Seperti yang terjadi di serang dimana orang-orang menghancurkan 24 rumah
warga akibat adanya aktivitas paham baru yaitu Ahmadiyah[25].
Aksi penyimpangan paham keagamaan dan
radikalisme bukan saja terjadi pada kota-kota besar tapi juga sudah mulai
menjalar pada masyarakat-masyarakat awam yang ada di desa-desa khususnya di
Sulawesi Tenggara. Misalnya penyimpangan paham agama Islam yang terjadi di
daerah Konawe Utara. Ajaran ini ditemukan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT)
Todolaiyo, Kecamatan Oheo yang beroperasi sejak tahun 2011. Ajaran yang diduga
sesat itu, tidak mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir dan tidak wajib
melaksanakan shalat Jumat[26].
Paham-paham ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam yang
menempatkan Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi terakhir. Dampak dari banyaknya
paham-baham baru adalah adanya konflik horizontal antara umat beragama.
Selain itu, keberadaan paham intoleransi dan
radikalisme juga perlu diwasapadai di Sulawesi Tenggara. Hal ini karena
Sulawesi Tenggara merupakkan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah
Poso, Sulawesi Tengah yang hingga saat ini sikap intoleran dan radikalisme
warganya masih rawan dan terus menebar
ancaman. Tidak menutup kemungkinan sebagian warga mereka pindah dan menyebar ke
wilayah-wilayah Sulawesi Tenggara. Hal ini terbukti dari hasil pemantauan POLDA
Sultra yang menyatakkan bahwa sekitar dua tahun lalu terdapat kegiatan kelompok
masyarakat mencurigakan kemudian aktivitasnya berpindah setelah anggota
Bhabinkamtibmas mengecek lokasi di perbatasan Sulawesi Selatan[27].
Paham Intoleransi dan radikalisme di Sulawesi Tenggara
bukan hanya menyebar
di masyarakat tetapi juga sudah masuk dalam dunia
pendidikan. Hal ini dapat kita lihat menjamurnya organisasi-organisasi
keislaman bukan hanya pada tingkat mahasiswa sebagai kategori perguruan tinggi
bahkan sampai kepada kategori siswa yang masih berstatus anak sekolahan. Eksistensi
organisasi Islam dalam dunia pendidikan sebenarnya tidak terlalu bermasalah
ketika organisasi tersebut memperkenalkan Islam sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Saw. Yang menjadi permasalahan adalah ketika mereka menyebarkan paham
intoleransi dan radikalime dalam aktivitasnya. Mahasiswa merupakan orang yang
paling berpengaruh dalam melakukan perubahan di masyarakat. Selain itu,
mahasiswa memiliki pemikiran sedikit lebih tinggi daripada masyarakat
awam sehingga mereka akan dengan mudah mempengaruhi masyarakat lainya. Ini yang perlu ditakutkan, karena ketika
kembali kemasyarakat mereka akan dengan mudah menyebarkan isu-isu intoleransi
dan radikalisme.
Berdasarkan beberapa informasi di atas, maka penyimpangan paham
keagamaan, intoleransi dan radikalisme juga sudah ditemukkan di pelosok daerah
Sulawesi Tenggara. Tidak menutup kemungkinan masih ada paham-paham lain yang
lebih radikal yang belum terdeteksi oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga
terkait seperti kepolisian, KUA, dll.
Untuk mengatasi menguatnya pengaruh paham yang menyimpang, intoleransi
dan radikalisme, maka sudah sepatutnya kita harus kembali kepada ajaran Islam
sesuai tuntunan Nabi Muhammad Saw. sebagaimana sabda Rasulullah: Sungguh, orang
yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan
yang banyak, karenanya hendaklah kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan
Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin. Peganglah erat-erat Sunnah tersebut dan
gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara
yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat[28].
Jadi ummat Islam harus kembali kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah serta memahami
Islam menurut cara yang dilaksanakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya agar mereka mendapatkan hidayah (petunjuk), barakah,
ketenangan hati, terhindar dari berbagai macam fitnah, perpecahan,
perselisihan, bid’ah-bid’ah, pemahaman-pemahaman dan aliran yang sesat.
Untuk mewujudkan itu, maka
kita perlu belajar agama Islam kepada orang-orang memiliki ilmu di bidang agama
(ulama). Dalam firmanya Allah Swt. dalam
Surat An-Nahl Ayat 43 bahwa:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ إِلَّا رِجَالٗا
نُّوحِيٓ إِلَيۡهِمۡۖ فَسَۡٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
٤٣
Artinya: Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali
orang-orang lelaki yang kami beri wahyu
kepada mereka, maka bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak
mengetahui (An Nahl 43)
Firman Allah
Swt. dalam surat Al ‘Ankabut ayat 43:
وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِۖ وَمَا
يَعۡقِلُهَآ إِلَّا ٱلۡعَٰلِمُونَ ٤٣
Artinya: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan
untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al
‘Ankabut:43)
Sabda
Rasulullah:
“Manusia selalu berada
pada kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari orang-orang besar (tua) mereka.
Jika mereka mengambil ilmu dari orang-orang kecil (ahli bid’ah) dan orang-orang
buruk (orang fasik) di antara mereka, maka mereka pasti binasa[29]”
Berdasarkan Firman Allah Swt dan Hadis Nabi di atas kita tidak boleh
sembarang belajar agama Islam. Kita belajar pada para ulama yang lebih memahami tentang Islam.
Tapi kita juga harus memperhatikan kepada siapa kita belajar agama. Jangan
sampai kita mengambil ilmu agama dari ahli bid’ah, karena mereka akan
menyesatkan, baik disadari maupun tidak.
Di Indonesia, kementerian
agama merupakan lembaga tertinggi dalam
bidang keagamaan. Jadi, orang-orang yang ada didalamnya tentu memiliki
kompetensi dan pemahaman yang lebih tentang Islam , khususnya KUA yang menjadi
kepanjangan tangan dari Kementerian Agama. KUA memiliki tanggung jawab yang
besar dalam mengatasi segala permasalahan-permasalahan keagamaan di tingkat
kecamatan. Sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas umum pemerintahan, khususnya
di bidang urusan agama Islam, KUA telah berusaha semaksimal mungkin dengan
kemampuan dan fasilitas yang ada untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Jadi,
sangat tepat jika KUA berperan
penuh dalam mengatasi berkembangnya
paham-paham yang menyimpang, intoleransi dan radikalisme.
B. Analisis Masalah
Dari
deskripsi masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa penyimpangan paham
keagamaan, intoleransi dan radikalime sudah menjadi isu nasional yang sangat mengancam
kebhinekaan Indonesia. Untuk itu, KUA harus tertantang untuk segera
menyelesaikan permasalahan-permasalahan keagamaan tersebut sebelum memberikan
dampak yang lebih besar. KUA merupakan ujung tombak dari kementerian agama
dalam memberikan pelayanan pada masyarakat dalam artian semua aktivitasnya
selalu berhadapan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan tugas dan peran KUA
sangat diharapkan dalam menjaga keutuhan negara Indonesia yang terancam akibat
isu-isu intoleransi dan radikalisme.
Peran KUA tersebut didukung dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 477
Tahun 2004 tentang pencatatan nikah, dijelaskan bahwa banyak tugas yang harus
dilakukan oleh KUA; antara lain pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah,
ibadah sosial, produk halal, kemitraan, zakat, wakaf, ibadah haji dan
kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, KUA juga banyak berperan dalam upaya
peningkatan kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat[30].
Hal Menurut Muslih[31]
menyatakkan dalam pidatonya bahwa kesan KUA yang berperan serta bertugas
sebagai tukang baca doa dan menikahkan itu kurang tepat, padahal sesungguhnya
tugas KUA tidak itu saja. Selain mempunyai tugas pokok seperti pencatatan
perkawinan, KUA juga mempunyai tanggungjawab lain. Seperti BP4, gerakan
keluarga sakinah, zakat dan wakaf, kemasjidan, pembinaan pangan halal,
kemitraan umat, ibadah sosial, juga kegiatan lintas sektoral. Jadi tugas dan
peran KUA memiliki cakupan yang sangat luas dalam mengatasi permasalahan dalam
agama Islam maupun menjaga kerukunan antar umat beragama.
KUA dapat memberi pemahaman mengenai ajaran
nilai-nilai agama yang membawa kepada kedamaian. Hal ini dikarenakan esensi
agama yang sama sekali tidak pernah mengajarkan umatnya untuk saling membenci,
apalagi sampai melakukan kekerasan. Jika KUA berhasil menyampaikan pesan
kedamaian, maka akan besar potensi terciptanya kehidupan yang tentram dan damai
di tengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan kajian-kajian literatur yang
disesuaikan dengan data pengalaman di lapangan, maka peran-peran yang dapat
dilakukan oleh KUA dalam menangani masalah paham keagamaan menyimpang,
intoleransi dan radikalisme ditingkat kecamatan dapat dilakukan sebagai
berikut:
1.
Mengadakan sosialisasi
kemasyarakat dengan membawa tema perdamaian dan anti kekerasan yang disampaikan
melalui acara ceramah agama, pengajian, peringatan hari-hari besar Islam dan
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainya. Selain itu, KUA dalam setiap
sosialisasi harus memberikan pemahaman tentang pentingnya kebersamaan dalam
kehidupan. Meningkatkan pemahaman ini ialah terus mempelajari dan memahami tentang
artinya hidup bersama-sama dalam bermasyarakat bahkan bernegara yang penuh akan
keberagaman. Sehingga sikap toleransi dan solidaritas perlu diberlakukan, di
samping menaati semua ketentuan dan peraturan yang sudah berlaku di masyarakat
dan Negara.
2.
Rutin memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang Agama Islam yang
sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Saw. berdasarkan al-Qur’an dan
sunnah Nabi. Dasar hukumnya dapat diperoleh melalui PMA No 39 Tahun 2012 dalam
hal fungsi pelayanan Bimbingan Pembinaan syariah (pasal 2 ayat 2 F) dan
penyelenggaraan fungsi lain di bidang agama Islam yang ditugaskan oleh Kepala
Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Pasal 2 ayat 2 G). dengan demikian asas
kepastian hukum sebagai dasar kebijakan KUA dalam menangkal aliran menyimpang
ditemukan melalui pasal-pasal diatas. KUA dapat melakukan bimbingan terhadap
masyarakat tentang aliran menyimpang melalui bimbingan pembinaan syariah.
Penafsiran terhadap fungsi pembinaan syariah ini dimungkinkan karena berada
dalam koridor metode penafsiran hukum (hermeneutika hukum). Hal ini dapat dilakukan
dengan Mengadakan pelatihan atau
kajian-kajian sosiologi dan psikologi agama untuk merespon perkembangan aliran
dan faham keagamaan.
3.
Melakukan kerjasama dengan
pemerintah setempat, organisasi masyarakat, organisasi pemuda dalam mencegah
masuknya paham-paham radikalisme dalam masyarakat. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggerakkan dan
memaksimalkan penyuluh agama pada masyarakat untuk memberikan pemahaman yang benar terhadap ajaran agama. Untuk itu,
KUA melakukan Koordinasi dengan pihak terkait dalam mencegah konflik dan
tindakan kekerasan atasnama agama.
4.
KUA harus menjadi fasilitator
dialog lintas agama bersama segenap komponen baik aparat kecamatan, ormas Islam
dan warga masyarakat secara umum agar mampu menyelesaikan persoalan rumah
ibadat secara baik dan bijak. Tindakan ini penting sebagai upaya preventif
mencegah adanya konflik antar warga masyarakat muslim dan non muslim maupun
sesama muslim.
Hal ini dapat dilakukan diskusi-diskusi
rutin akan mempertajam analisis mengenai tindakan yang cepat dan tepat sehingga
mampu meminimalkan potensi konflik di kalangan umat beragama [32].
5. Ikut berperan aktif dalam mengatasi apabila muncul indikasi adanya pemahaman baru tentang
keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan. Dalam hal ini, KUA dapat
mengambil tindakan pencegahan awal, seperti melakukan diskusi tentang pemahaman
baru yang muncul di masyarakat tersebut dengan pihak yang bersangkutan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Abdul Rojak[33],
bahwa peran tokoh agama dalam mencegah
radikalisme dan terorisme dapat
dibagi menjadi berapa kategori:
1.
Tokoh agama memberikan penjelasan kepada umat tentang pelurusan kembali
ajaran nilai-nilai Islam yang disesatkan oleh kelompok radikalisme. Hal utama yang perlu dibahas
adalah mengenai makna jihad yang sesungguhnya. Ada baiknya jika ditambahkan
dengan pemahaman kontekstual ayat-ayat Al-Quran yang banyak disalah artikan
oleh kelompok terorisme. Tujuannya adalah agar tercipta kesepakatan bersama
mengenai Islam moderat.
2.
Memberikan paham bahwa terorisme tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Utamanya adalah bahwa ajaran-ajaran mengenai Hukum Islam yang disampaikan oleh
Al-Quran dan Al-Hadist tidak dibajak dan diselewengkan untuk pembenaran
ajarannya.
3.
Penjelasan mengenai Islam sebagai agama universal, cinta damai, dan
menentang segala bentuk terorisme dan radikalisme. Tokoh agama diharapkan mampu
menggalang kesepakatan bersama mengenai bahaya terorisme dan radikalisme. Untuk
menyampaikan hal tersebut, perlu disampaikan tekstual yang jelas di dalam
Al-Quran dan Al-Hadist mengenai penegasan isu terkait. Selain itu, penyampaian
hal ini juga diharapkan disampaikan berbarengan dengan ajakan untuk mencintai
lebih dalam negeri tercinta Indonesia.
Upaya menangkal dan memerangi penyimpangan
paham keagamaan, intoleransi dan
radikalisme harus terus menerus dilakukan. Dalam memerangi permasalahan
tersebut harus mempertimbangkan hukum, sosial, dan budaya bangsa karena bila
tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.
Peran KUA dalam menangani intoleransi dan radikalisme di masyarakat bukan tanpa
permasalahan. Kenyataan
di lapangan jangankan untuk mengembangkan peran-peran lain,
untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang telah ada pun ternyata belum bisa
optimal. Secara umum, kendala-kendala yang sering dihadapi
oleh KUA adalah sebagai berikut:
1.
Masyarakat susah dalam
menghilangkan paham-paham yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang
mereka. Paham-paham ini terus mereka pertahankan walaupun sebenarnya sangat
bertentangan dengan ajaran Islam.
2.
Masyarakat lebih percaya pada
Tokoh agama dan toko adat setempat ketimbang pada KUA. Hal ini karena kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap tugas dan keawajiban KUA. Kebanyakan masyarakat
berpendapat bahwa tugas KUA hanya sebatas pencatatan nikah, padahal tugas KUA
mencakup seluruh urusan-usan keagamaan pada tingkat kecamatan yang merupakan
kepanjangan tangan dari Kementerian Agama.
3.
Masyarakat lebih patuh dan taat
pada pemerintah dalam hal ini Camat daripada KUA, sehingga ketika berada di
lapangan KUA kurang mendapatkan rasa hormat dari masyarakat. Padahal faktanya
KUA setingkat dengan Camat, perbedaanya KUA menangani dalam bidang keagamaan
pada tingkat kecamatan. Perbedaan ini tentu saja akan merepotkan KUA ketika
harus menjalin kerjasama lintas sektoral dengan kantor kecamatan. Kenyataan itu
tentu saja sangat menyedihkan,
apalagi bila melihat wilayah kerja dan beban tugas yang diemban kepala KUA
tidak lebih sedikit dibandingkan dengan camat.
4.
Jumlah pegawai pelaksana yang ada di tiap KUA belum ideal, masih sering
dijumpai banyak KUA yang
berisi komposisi jumlah pegawai sangat terbatas. Hal ini diperparah dengan pernyebaran SDM yang tidak merata, baik secara kualitas maupun kuantitas.
5.
Terbatasnya sarana teknologi dan sistem informasi yang ada di KUA. Semakin cepatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi yang cepat di masyarakat belum
dapat diimbangi KUA
dalam memenuhi kebutuhan itu. Masyarakat modern yang serba cepat dan instan, efisiensi biaya
dan kepraktisan, seperti pendaftaran nikah online belum dapat dapat KUA
berikan, termasuk juga di dalamnya
dalam
layanan
keterbukaan informasi yang bersifat elektronik.
Dari beberapa kendala tersebut, KUA tetap
dituntut untuk mampu memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Hal ini, karena KUA memiliki tugas yang sangat krusial
dalam hal menjaga kemaslahatan umat. Jadi KUA tidak boleh berleha-leha hanya
karena banyaknya
kendala-kendala yang dihadapi. KUA harus menjadi dambaan masyarakat di
kecamatan dengan memberikan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Oleh karena
itu, perlu ada upaya untuk mempublikasikan peran, fungsi dan tugas KUA pada
masyarakat. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa masih ada sebagian masyarakat
yang belum memahami sepenuhnya tugas dan fungsi (tusi) KUA. Jika masyarakat
sudah mengenal dan mengetahui tugas dan fungsi KUA, maka tidak menutup
kemungkinan KUA bisa menjadi tauladan dan acuan masyarakat dalam melaksanakan
aktivitasnya. Jadi KUA harus memperbaiki imagenya
dengan meberikan pelayanan yang sebaik-baiknya walaupun banyak rintangan dan
kendala yang dihadapi.
Untuk memberikan pelayanan yang baik maka keberadaan
KUA masih perlu dibenahi dan perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat di bidang urusan (hukum) Islam. Adapun langkah-langkah yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan peran KUA sesuai tugas dan fungsinya adalah
1. Memberikan kesadaran kepada
masyarakat melalui penyuluhan dan penyampaian informasi kepada masyarakat
tentang tugas, fungsi, dan bidang garapan KUA adalah tidak hanya terbatas pada
pencatatan nikah, akan tetapi pada bidang-bidang garapan lainnya seperti waris,
pengelolaan zakat, wakaf, penyelenggaraan haji, produk halal, dan lain-lain.
2. Di lingkup KUA harus ada Standard
Operational Procedure (SOP) sehingga ketika melakukan kegiatan-kegiatan
keislaman harus berdasarkan SOP.
3. Penambahan personil yang disesuaikan dengan bidang garapanya.
4. Personil KUA harus rutin melakukan pelatihan-pelatihan baik yang diadakan
oleh kementerian agama maupun kementerian lainya agar sumber daya manusia KUA
memadai. Seperti misalnya pelatihan tentang sistem informasi dan teknologi
5. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa posisi KUA setingkat dengan
Camat karena bertugas di bidang urusan agama pada lingkup kecamatan. Hal ini
dilakukan agar KUA mendapatkan rasa hormat dari masyaraka sehingga seluruh
program kerja dapat diterima oleh masyarakat.
6.
Penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai khususnya di bidang IT.
Pada dasarnya eksistensi KUA
sangat diharapkan dalam mengahadapi era globalisasi yang banyak memberikan
dampak buruk pada masyarakat. Oleh karena itu, KUA harus terus berbenah agar
pelayananya terhadap masyarakat bisa maksimal. Secara keseluruhan, seluruh elemen Kementerian Agama harus
mengoptimalkan peran hubungan masyarakat serta
pengelola
informasi dan dokumentasi di setiap satuan kerja agar memahami terhadap setiap perubahan sosial dan
publik yang sedang berlangsung. Hal ini akan merubah pandangan
masyarakat secara timbal balik terhadap Kementerian Agama. Dengan
memanfaatkan dan mengoptimalkan semua lini informasi yang dimiliki
di semua level, Kementerian Agama pasti
bisa dengan mudah
membagi informasi
untuk
menumbuhkan
kepercayaan masyarakat. Semakin
massif
upaya image
building dilakukan, maka akan membawa
dampak langsung dan
tidak langsung bagi terwujudnya Kementerian
Agama
yang profesional, bersih
dan akuntabel.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Deskripsi
dan analisis
pada bab-bab terdahulu telah memberi gambaran peran KUA dalam menangani paham keagamaan yang menyimpang,
intoleransi dan radikalisme pada tingkat kecamatan. Dari paparan tersebut dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Peran KUA begitu
strategis karena berhadapan langsung dengan masyarakat. Hal ini sudah diatur
dalam Keputusan Menteri Agama
Nomor 477 Tahun 2004. peran-peran yang dapat dilakukan oleh KUA dalam
menangani masalah paham keagamaan menyimpang, intoleransi dan radikalisme
ditingkat kecamatan dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Mengadakan sosialisasi
kemasyarakat dengan membawa tema perdamaian dan anti kekerasan, 2) Rutin
memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang Agama Islam yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Saw, 3)
Melakukan kerjasama dengan pemerintah setempat, organisasi masyarakat,
organisasi pemuda dalam mencegah masuknya paham-paham radikalisme dalam
masyarakat. 4) menjadi fasilitator dialog lintas agama, 5) Ikut berperan aktif
dalam mengatasi apabila muncul indikasi adanya pemahaman baru tentang keagamaan
di masyarakat yang menimbulkan keresahan. Upaya menangkal dan memerangi
penyimpangan paham keagamaan, intoleransi dan radikalisme harus terus menerus
dilakukan. Dalam memerangi permasalahan tersebut harus mempertimbangkan hukum,
sosial, dan budaya bangsa karena bila tidak justru akan menciptakan kondisi
yang kontra produktif.
2. Keberadaan
KUA sebagai ujung tombak Kementerian Agama
dalam menangani intoleransi dan radikalisme di masyarakat bukan tanpa
permasalahan. Kenyataan di lapangan jangankan untuk mengembangkan peran-peran
lain, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang telah ada pun ternyata belum bisa
optimal. Secara umum, kendala-kendala yang sering dihadapi oleh KUA adalah sebagai berikut: 1) Masyarakat susah dalam
menghilangkan paham-paham yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang
mereka; 2) Masyarakat lebih percaya pada Tokoh agama dan toko adat setempat
ketimbang pada KUA; 3) Masyarakat lebih patuh dan taat pada pemerintah dalam
hal ini Camat daripada KUA; 4) Jumlah pegawai pelaksana yang ada di tiap KUA belum ideal; 5) Terbatasnya sarana teknologi dan sistem informasi yang ada di KUA.
Dari beberapa kendala tersebut, KUA tetap dituntut untuk mampu memberikan pelayanan
sebaik-baiknya. Hal ini, karena KUA memiliki tugas yang sangat krusial dalam
hal menjaga kemaslahatan umat.
B. Saran
Tulisan ini masih kebanyakan bersifat penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan
beberapa literatur karena waktu penyusunan yang terbatas. Diperlukan kajian yang lebih komprehensif dan
mendalam yang lebih intensif untuk menemukan fakta-fakta yang lebih jelas.
Adapun saran-saran yang menulis sampaikan diantaranya:
1.
Memberdayakan KUA dengan meningkatkan SDM dalam memahami aqidah, syariah
dan hukum-hukum Islam.
2.
Mempererat hubungan KUA dengan pihak-pihak terkait, seperti Camat,
Kepolisian, Koramil dan organisasi masyarakat setempat agar penanganan
permasalahan keagamaan pada tingkat kecamatan dapat diatasi.
3.
Menjadikan penanganan penyimpangan paham keagamaan, intoleransi dan
radikalisme sebagai tugas KUA dengan dasar hukum yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Adjieh, Muhammad Ade Mufti. Agama dan Konflik Sosial. https://muftiadjie.wordpress.com/2015/10/26/agama-dan-konflik-sosial/.
Amin, Ma’ruf. Identifikasi Genealogi Aliran Menyimpang https://www.facebook.com/notes/hadya-noer/identifikasi-genealogi-aliranmenyimpang/ 730442413657510/
Asy’arie, Musa. Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual.Yogyakarta: Lesfi.2002
Hasib, Ahmad Kholili. Menista Agama adalah Tindakan Kriminal http://m.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/10/21/103056/menista-agama-adalah-tindakan-kriminal.html
Hilmy, Masdar. ”The Politics of Retaliation: the Backlash of Radical Islamists to
Deradicalization Project in Indonesia”. Al-Jami‘ah: Journal of Islamic
Studies. Vol. 51. No. 1. 2013 M/1434 h. 133
https://almanhaj.or.id/3579-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaah-1.html
https://amrullahgerlang.wordpress.com/2013/04/23/strategi/
http://regional.kompas.com/read/2015/02/05/1723324/Kemenag.Sultra.Soroti.Ormas.Gafatar.yang.Dinilai.Sesat
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/09/25/ncfny3-presiden-cegah-radikalisme-dengan-cara-tepat
Kuntowijoyo. Paradigma
Islam. Bandung : Mizan. 1991
Ma’arif, Syamsul. Ideologi Pesantren Salaf: Deradikalisasi Agama. Jurnal Ibda’
Kebudayaan Islam Vol. 12. No. 2. Juli - Desember 2014
Makalah Mayjen TNI Agus SB. Deputi 1 Bidang
Pencegahan. Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT. Pemetaan Ancaman Radikalisme
Agama Terhadap NKRI.
Markowitz, Norman. “Radical and Radicalisme”
dalam (Dictionary of American History.2003). http://www.encyclopedia.com.
Mulyana, Deddy & Jalaluddin,
Rakhmat. Komunikasi
antarbudaya. Remaja Rosdakarya. 1990
Noor, Rusdian. Peran
Strategis Kua Dalam Menciptakan Keluarga Sakinah Di Kec Kaubun http://paradigmabarukuakaubun.blogspot.sg/2014/05/lomba-karya-tulis-ilmiah-penghulu.html Diunduh pada tanggal 03/05/2017
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia( Nomor 34
Tahun 2016 Bab I Pasal I)
Rojak, Abdul. Peran Tokoh Agama dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme https://banten.kemenag.go.id/opini/500/peran-tokoh-agama-dalam-menangkal-radikalisme-dan-terorisme
Saifi. Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov.
Kalimantan Timur .
https://kaltim.kemenag.go.id/berita/358513/waspadai-perkembangan-paham-keagamaan-yang-menyimpang
Sadily, Hasan (Pemred) Ensiklopedi
Indonesia. Ikhtiar Baru –Van Hoeve. 1984.
Suaedy,
Ahmad. Menangkal Radikalisme dengan
Pendekatan Lokal http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Menangkal-Radikalisme-dengan-Pendekatan-Lokal/
Syihab, Alwi. Islam Inklusif. Bandung: Mizan 1Q9S
Tribrata News. Antisipasi Radikalisasi.
Kapolda Sultra Tingkatkan Pengawasan Perairan. http://tribratanewssultra.com/artikel-722-Antisipasi-Radikalisasi.-Kapolda-Sultra-Tingkatkan-Pengawasan-Perairan-.html
Tim
Penyusun BPPS Fakultas
Tarbiyah. Pedoman Penulisan
Skripsi. (Surabaya:
IAIN
Sunan Ampel Surabaya. 2008)
Ursula Florence. Laporan
tindak intoleransi beragama dan berkeyakinan 2016 meningkat http://www.rappler.com/indonesia/sosial/159998-intoleransi-beragama-berkeyakinan-2016
Zainiyati, Salamah, Husniyatus.
"Pendidikan Multikultural: Upaya Membangun Keberagamaan Inklusif di
Sekolah." ISLAMICA:
Jurnal Studi Keislaman 1,2
(2014)
[3] Deddy Mulyana and
Rakhmat Jalaluddin, Opcit. Hal 3
[4] Musa Asy’arie, Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual,(Yogyakarta:
Lesfi,2002), hal.10
[5] Zainiyati, Husniyatus Salamah. "Pendidikan Multikultural: Upaya
Membangun Keberagamaan Inklusif di Sekolah." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 1.2 (2014)
[6] Muhammad Ade Mufti Adjieh. Agama dan Konflik Sosial. https://muftiadjie.wordpress.com/2015/10/26/agama-dan-konflik-sosial/.
Diunduh pada tanggal 03/05/2017
[7] Ahmad Suaedy, Menangkal
Radikalisme dengan Pendekatan Lokal http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Menangkal-Radikalisme-dengan-Pendekatan-Lokal/ Diunduh pada tanggal
03/05/2017
[8] Rusdian Noor, Peran Strategis Kua Dalam Menciptakan
Keluarga Sakinah Di Kec Kaubun http://paradigmabarukuakaubun.blogspot.sg/2014/05/lomba-karya-tulis-ilmiah-penghulu.html Diunduh pada tanggal
03/05/2017
[12] Norman Markowitz,
“Radical and Radicalisme” dalam (Dictionary of American History,2003). http://www.encyclopedia.com.
[13] Sadily, Hasan
(Pemred) Ensiklopedi Indonesia. Ikhtiar
Baru –Van Hoeve. 1984.
[14] Syamsul Ma’arif:
“Ideologi Pesantren Salaf: Deradikalisasi Agama”, Jurnal Ibda’ Kebudayaan Islam
Vol. 12, No. 2, Juli - Desember 2014. h. 201
[15] Ibid
[16] Lihat Masdar Hilmy, ”The
Politics of Retaliation: the Backlash of Radical Islamists to Deradicalization
Project in Indonesia”, Al-Jami‘ah: Journal of Islamic Studies, Vol. 51, No. 1,
2013 M/1434 h, 133
[17] Ibid., h. 134 dan 136
[18] Makalah Mayjen TNI Agus
SB, Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Pemetaan
Ancaman Radikalisme Agama Terhadap NKRI,
[19] Ma’ruf Amin, Identifikasi Genealogi Aliran Menyimpang
https://www.facebook.com/notes/hadya-noer/identifikasi-genealogi-aliranmenyimpang/ 730442413657510/
[21]
https://almanhaj.or.id/3579-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaah-1.html
[22] Tim Penyusun
BPPS Fakultas Tarbiyah, Pedoman Penulisan
Skripsi, (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Surabaya, 2008) h.7
[23] Ursula Florence. Laporan tindak intoleransi beragama dan
berkeyakinan 2016 meningkat http://www.rappler.com/indonesia/sosial/159998-intoleransi-beragama-berkeyakinan-2016
[24] Ahmad Kholili Hasib, Menista Agama adalah Tindakan Kriminal http://m.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/10/21/103056/menista-agama-adalah-tindakan-kriminal.html
[25] Tempo 5 Mei 2013 ,
https://m.tempo.co/read/news/2013/05/05/058478061/ratusan-orang-serang-rumah-jemaah-ahmadiyah
[26]http://regional.kompas.com/read/2015/02/05/1723324/Kemenag.Sultra.Soroti.Ormas.Gafatar.yang.Dinilai.Sesat
[27] TribrataNews. Antisipasi
Radikalisasi, Kapolda Sultra Tingkatkan Pengawasan Perairan. http://tribratanewssultra.com/artikel-722-Antisipasi-Radikalisasi,-Kapolda-Sultra-Tingkatkan-Pengawasan-Perairan-.html
[28] HR. Abu Dawud (no. 4607),
at-Tirmidzi (no. 2676), dan lainnya. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan
shahih”. Silahkan baca penjelasan hadits ini dan fawa-idnya dalam buku penulis
“Wasiat Perpisahan”, Pustaka at-Taqwa.
[29] Jami’ Bayanil ‘Ilmi, hlm. 248. Dinukil dari Mauqif
Ahli Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa` wal Bida`, hlm. 687.
[30] Rusdian Noor, Peran Strategis Kua Dalam Menciptakan
Keluarga Sakinah Di Kec Kaubun http://paradigmabarukuakaubun.blogspot.sg/2014/05/lomba-karya-tulis-ilmiah-penghulu.html Diunduh pada tanggal
03/05/2017
[31] Muslih, Tugas
dan Fungsi KUA Bukan Hanya Tukang Baca Doa dan Menikahkan https://jateng.kemenag.go.id/berita/484314/tugas-dan-fungsi-kua-bukan-hanya-tukang-baca-doa-dan-menikahkan
[32] Saifi, Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov.
Kalimantan Timur ,
https://kaltim.kemenag.go.id/berita/358513/waspadai-perkembangan-paham-keagamaan-yang-menyimpang
[33] Abdul Rojak, Peran Tokoh Agama dalam Menangkal
Radikalisme dan Terorisme https://banten.kemenag.go.id/opini/500/peran-tokoh-agama-dalam-menangkal-radikalisme-dan-terorisme
No comments:
Post a Comment