Tulisan Berjalan

Marilah Kita selalu Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan Kita Kepada Allah SWT

Tuesday, September 5, 2017

PERANAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN ILMU MANAJEMEN PENDIDIKAN


A.    Pendahuluan
Pengkajian dan pembahasan tentang filsafat manajemen, menjadi bagian yang integral dengan sejarah perkembangan filsafat. Filsafat mempunyai sumbangan yang sangat besar terhadap segala perkembangan ilmu pengetahuan. Mengawali pembahasan tentang filsafat, penulis ingin menyampaikan apa yang telah dikemukakan oleh Descartes tentang filsafat, bahwa; Hanya filsafat yang membedakan kita dengan orang-orang primitif dan Barbar. Kebudayaan dan peradaban suatu bangsa diukur dengan ukuran tersebarnya filsafat yang benar di kalangan mereka. Karenanya, nikmat Tuhan yang paling besar bagi suatu bangsa adalah ketika Tuhan memberikan mereka para filsuf yang sejati (Andreas Putra, 2015: 1).
Pada fase awalnya filsafat hanya melahirkan dua ilmu pengetahuan, yakni ilmu alam (Natural Philosophy) dan ilmu sosial (Moral Philosophy) maka dewasa ini terdapat kurang dari ribuan cabang keilmuan yang tersebar dalam bidangnya. Pada abad ke 18 dengan bermunculannya negara-negara maju dibelahan dunia, muncul cabang ilmu pengetahuan baru seperti ekonomi, akuntansi, psikologi termasuk didalamnya manajemen. Pada masa Taylor dan Fuyol, seiring dengan tumbuhnya negara-negara industri ilmu manajemen itu mulai dianggap sebagai ilmu.
Di dalam ilmu manajemen dikenal tiga aliran pemikiran manajemen yang masing-masing berusaha membantu manajer untuk memahami dan memimpin organisasi, serta mengatasi masalah-masalahnya.Tiga aliran pemikiran manajemen tersebut adalah  aliran klasik (aliran ini mempunyai dua cabang yaitu manajemen ilmiah dan teori organisasi klasik), aliran hubungan manusiawi (sering disebut aliran perilaku atau aliran neoklasik), dan aliran ilmu manajemen.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan di Indonesia saat ini sudah semakin berkembang, hal tersebut tentunya dibutuhkan pengelolaan atau manajemen yang baik sehingga kualitas pendidikan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan kembali. Pengelolaan yang dimaksudkan melalui sebuah perencanaan yang baik, melakukan sesuatu sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi tumpang-tindih penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan tersebut lebih dikenal dengan istilah manajemen pendidikan, dalam pelaksanaan manajemen pendidikan sudah mencakup segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan pendidikan itu sendiri karena dalam manajemen terdapat beberapa fungsi utama yaitu fungsi perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), aktualisasi atau implementasi (actuating), dan fungsi pengawasan serta evaluasi (evaluating). (Lazaruth: 1984).
Pendidikan yang baik akan tercipta jika perencanaan dilakukan dengan cara yang baik dan optimal, karena sebuah proses akan berjalan dengan sempurna atau setidaknya meminimalisir kesalahan jika perencanaan yang dibuat sudah memberikan gambaran yang jelas tentang sesuatu yang akan terjadi. Aspek lainnya yaitu pengorganisasian dimaksudkan bahwa hal-hal yang telah direncanakan dengan baik akan diklasifikasikan sesuai dengan tugas pokok dan fungs masing-masing sehingga pelaksanaan tugas akan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap orang. Hal ini bertujuan untuk memenuhi “the right man in the right place”. Jika kedua hal utama tersebut telah dilakukan kemudian fungsi manajemen ketiga akan berperan yaitu implementasi dari perencanaan yang telah disusun. Setiap implementasi program harus selalu dimonitor atau diawasi sehingga pada tahap evaluasi dapat memberikan gambaran yang nyata terhadap segala sesuatu mengenai objek pendidikan.
            Secara umum, manajemen pendidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan proses pendidikan yang lebih baik, sehingga hasil yang diperoleh pun menjadi lebih optimal. Meskipun ilmu manajemen awalnya bukan berasal dari pendidikan namun berkembang sehingga tercipta sebuah manajemen pendidikan yang khusus mengelola tentang pendidikan secara umum dan utuh.
            Berdasarkan deskripsi tersebut sudah sepatutnya manajemen pendidikan dilihat atau ditinjau dari perspektif filosofi sehingga dapat diketahui awal dari perkembangan manajemen pendidikan itu sendiri. Akhirnya dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang nyata mengenai pandangan filsafat terhadap manajemen pendidikan yang sedang berkembang di indonesia khususnya. Adapun fokus bahasan dalam tulisan ini adalah manajemen pendidikan dalam prespektif filosofis dan historis, manajemen pendidikan di Indonesia, landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi manajemen pendidikan.
B.     Manajemen Pendidikan dalam Pendekatan filosofis dan Historis
Manajemen sebenarnya sudah ada sejak manusia ada. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan arsitek Mesir Kuno mewujudkan karyanya berupa piramid Cheops. Pembangunan piramid yang melibatkan ratusan ribu tenaga kerja tidak akan terwujud tanpa adanya manajemen yang baik. Hanya saja istilah manajemen baru muncul pada tahun 1886. Di Indonesia, manajemen sudah dipraktikkan pada masa pra sejarah. Adanya Candi Borobudur pada abad ke-8 dan Candi Prambanan pada abad ke-9 merupakan bukti bahwa manajemen sudah lama dipraktikkan di Indonesia. Meskipun dari uraian awal dipaparkan tentang manajemen yakni tahun 1800-1900-an yang menyadari pentingnya faktor manusia bagi keberhasilan organisasi, ada empat orang yang menonjol sebagai pendukung awal (Stephen: 2003). Mereka itu adalah Robert Owen, Hugo Musterberg, Mary Parker Foller, dan Chester Bernard.  Mereka berasumsi sama bahwa manusia atau orang merupakan aset organisasi yang paling penting harus dikelola secara tepat. Ide-ide mereka menjadi landasan praktek manajemn seperti prosedur seleksi karyawan, program motivasi karyawan, time kerja karyawan dan teknik manajemen lingkunan eksternal. Pertumbuhan manajemen meliputi tiga fase yaitu Fase pra sejarah, yang berakhir pada tahun 1 M, Fase sejarah, yang berakhir pada tahun 1886, dan Fase modern, mulai 1886 sampai sekarang. Dari pendekatan filosofis dan historis tersebut melahirgan berbagai aliran pikir, konsep dan teori manajemen:


1.      Teori Manajemen Klasik
Taylor adalah orang pertama yang mengembangkan manajemen ilmiah. Taylor terkenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah karena hasil penelitiannya yang telah dibukukan tentang usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja berdasarkan waktu dan gerak pada tahun 1886, dijadikan sebagai pegangan penting bagi para buruh dan manajer. Dalam penelitiannya itu, ia berpendapat bahwa efesiensi perusahaan rendah karena banyak waktu dan gerak-gerak buruh yang tidak produktif.
Selain itu, taylor telah memberikan prinsip-prinsip dasar penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen dan mengembangkan teknik-teknik untuk mencapai efisiensi dan keefektifan organisasi. Ia berasumsi bahwa manusia harus diperlakukan seperti mesin. Dalam bekerja, setiap manusia harus diawasi oleh supervisor secara efektif dan efisien.
Kritik yang sangat keras dari para ahli perilaku yang mengecam penganut Taylor menyatakan bahwa Taylor dan penganutnya telah memperlakukan para pekerja secara tidak manusiawi. Untuk mengatasi kelemahan pendekatan manajemen klasik, muncul pemikiran para ahli berikutnya dengan pendekatan baru yang disebut teori organisasi klasik.
2.      Teori Organisasi Klasik
Teori organisasi klasik disebut juga teori administratif. Salah seorang tokohnya adalah Fayol (1841-1925). Fayol terkenal sebagai Bapak Teori Ilmiah. Dalam bukunya yang terkenal dengan judul Administration Industrielle et Generale, Fayol mengemukakan teori dan teknik administratif untuk mengelola organisasi yang kompleks. Sebagai manejer utama di pabrik tambang dan metalurgi yang sangat terkenal di Eropa, Fayol yakin bahwa kesuksesannya merupakan keterampilan mengembangkan pengalaman dan introspeksi. Selain itu, Fayol juga mengetengahkan empat belas prinsip administrasi yang sangat terkenal dan fungsi manajemen, yaitu Planning, Commanding, Coordinating and Controlling. Ahli lain dalam teori ini adalah Gulick, Urwick, Sheldon, Mooney dan Max Weber. Max weber merupakan seorang peletak dasar sosiologi di Jerman, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Birokrasi. Dia ikut serta mempengaruhi perkembangan teori administrasi. Birokrasi menurut Weber merupakan ciri dan pola organisasi yang strukturnya dibuat sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan tenaga ahli secara maksimal. Adapun kritik terhadap pendekatan teori organisasi klasik, antara lain:
a)      Merangsang berfikir yang mengutamakan konformitas dan formalitas
b)      Merupakan rutinitas yang membosankan
c)      Ide-ide inovatif tidak sampai kepada pengambil keputusan karena panjangnya jalur komunikasi
d)     Tidak memperhitungkan organisasi nonformal yang seringkali berpengaruh terhadap organisasi formal
e)      Dijalankan secara berlebihan
f)       Terlalu banyak aturan yang berbelit-belit
g)      Kecenderungan menjadi orwelian yaitu keinginan birokrasi mencampuri (turut melaksanakan, bukan mengendalikan urusan.
Namun demikian, jika membahas tentang manajemen pendidikan, maka manajemen pendidikan merupakan suatu cabang ilmu yang usianya relatif masih muda. Istilah lama yang sering digunakan adalah administrasi.
C.    Landasan Ontologi Manajemen Pendidikan
Pada zaman Yunani kuno, ilmu dengan filsafat sukar dipisahkan. Pembuktian empirik kurang mendapat perhatian dan metode ilmiah tampaknya belum berkembang. Filsafat merupkan Mother of science (induk semua ilmu pengetahuan), sedangkan Ontologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang berasal dari kata Yunani yang tersusun dari kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Dalam Pembahasan ini akan dikemukakan beberapa hal tentang Ontologi yang merupakan bagian dari metafisika yang mempersoalkan hal-hal yang berkenaan dengan segalah sesuatu yang ada atau the existence khususnya esistensinya. Menurut Aristoteles, Ontologi merupakan The First philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Karena Ontologi mempersoalkan hanya tentang benda, tidak Tuhan yang mempersoalkan tentang Tuhan adalah teologi demikian menurut salah satu pendapat.
Jawaban tentang persoalan Ontologi setidaknya ada empat sehingga menimbulkan empat aliran yaitu aliran Dualisme (berpendapat bahwa subtansi realitas itu ada dua). Aliran Monoisme (berpendapat bahwa subtansi dasar realitas itu hanya satu), dan yang satu itu meteri, aliran yang berpendapat demikian bernama materialisme, kalau satu justru idea maka aliran yang berpendapat demiakan adalah aliran idealisme (kenyataan yang bersifat rohani), dan Naturalisme (pandangan tentang alam semesta (Andreas Putra, 2015).
Dalam pendidikan, manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Dipilih manajemen sebagai aktivitas, bukan sebagai individu, agar konsisten dengan istilah administrasi dengan administrator sebagai pelaksananya dan supervisi dengan supervisor sebagai pelaksananya. Kepala sekolah misalnya bisa berperan sebagai administrator dalam mengemban misi atasan, sebagai manajer dalam memadukan sumber-sumber pendidikan, dan sebagai supervisor dalam membina guru-guru pada proses belajar mengajar (Pidarta: 1988).
Konsep dasar dari manajemen pendidikan ialah terdapat definisi mengenai manajemen dan tentang pendidikan, jadi sebelum membahas mengenai manajemen pendidikan, sebaiknya dibahas terlebih dahulu mengenai manajemen. Manajemen berasal dari kata “manus” yang berarti “tangan”, berarti menangani sesuatu, mengatur, membuat sesuatu menjadi seperti yang diinginkan dengan mendayagunakan seluruh sumber daya yang ada. Secara teoritis, setiap ahli memberikan pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu tidak mudah memberi arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian, dari pemikiran-pemikiran ahli tentang defenisi manajemen kebanyakan menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses mendayagunakan orang dan sumber lainnya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Manajememen berasal dari bahasa Prancis kuoaménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Menurut Mary Parker Follet, manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Henry Fayol, Manajemen adalah prevoir, organizer commander, coordiner, controller. Menurut Georgy R Terry, manajemen adalah cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang lain. Sedangkan menurut Oey Liang Lee, manajemen adalah Sebuah koordinasi semua sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja, pengarahan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Perkembangan dinamis aplikasi manajemen berangkat dari keragaman definisi tentang manajemen. Semula, manajemen yang berasal dari  bahasa Inggris: management dengan kata kerja to manage, diartikan secara umum sebagai mengurusi atau kemampuan menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business” (Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry (1986)–sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Manajemen kemudian diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan dinamis yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan secara organik; dinamis berarti bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yang bergerak di dalam dan yang menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi berarti kegiatan dalam sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis berarti dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu (Kadarman, 1991). Engkoswara (2001:2). Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama. Sagala (2005:27) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan adalah penerapan ilmu manajemen dalam dunia pendidikan atau sebagai penerapan manajemen dalam pembinaan, pengembangan,, dan pengendalian usaha dan praktek-praktek pendidikan. Manajemen pendidikan adalah aplikasi prinsip, konsep, dan teori manajemen dalam aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sedangkan Tilaar (2006:4) manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan yang mengimplementasikan perencanaan atau rencana pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas secara ontologi dapat dijelaskan,  Manajemen adalah ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki melalui orang lain untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien tertentu serta dilaksanakan secara berurutan berjalan ke arah tujuan tersebut.
Sementara itu Manajemen pendidikan secara sederhana didefinisikan sebagai suatu cara pengelolaan sumberdaya pendidikan meliputi segala aspek yang berhubungan dengan pendidikan. Pengelolaan bertujuan untuk peningkatan kualitas pendidikan serta pencapaian pendidikan itu sendiri. Akan tetapi, terdapat beberapa definisi yang diberikan oleh ahli mengenai manajemen pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut. Manajemen pendidikan adalah segala usaha bersama mulai dari perencanaan, pengorganisassian, pelaksanaan, dan pengevaluasian dalam hal mendayagunakan semua sumber daya yang ada secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan yaitu tujuan pendidikan. Jadi, manajemen pendidikan adalah proses keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan, dan pembiayaan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personil, materiil, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.”    
Manajemen pendidikan seperti yang telah diuraikan pada halaman sebelumnya erat kaitannya dengan filsafat, karena filsafat merupakan awal dari setiap ilmu pengetahuan yang saat ini berkembang.
Contoh beberapa masalah pendidikan yang memerlukan analisis filsafat dalam memahami dan memecahkan, antara lain :
  1. apakah hakikat pendidikan itu dan siapakah hakekatnya yang bertanggung jawab atas pendidikan itu, dan dimana tanggung jawab tersebut (kajian ontologisnya)
  2. Bagaimana manajemen pendidikan yang efektif, atau Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat dan sekolah terhadap pendidikan dan bagai mana tanggung jawab pendidikan tersebut setelah manusia dewasa dan sebagainya (Kajian epistemologisnya)
  3. Apa kegunaan, nilai, atau fungsi manajemen pendidikan (kajian aksiologisnya)
Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut maka timbullah beberapa teori manajemen pendidikan, diantaranya:
  1. Teori klasik, Asumsi teori klasik : bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya rasional, berfikir logis, dan kerja merupakan suatu yang di harapkan.
  1. Teori neo-klasik, Teori ini timbul sebagian karena terdapat kelemahan dengan teori klasik. Asumsi teori Neo-klasik: Manusia itu adalah mahluk dengan mengaktualisasikan dirinya.
  1. Teori modern, Pendekatan modern berdasarkan hal yang sifatnya situasional. Artinya orang menyesuaikan diri dengan situasi dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan. Asumsi teori modern: manusia itu berlainan dan berubah, baik kebutuhannya,  reaksinya, tindakannya yang semua bergantung pada lingkungan. Selanjutnya manusia itu bekerja dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan tertentu. 
D.    Landasan Epistemologi Manajemen Pendidikan
Epistemologi secara umum bisa diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang apa itu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan atau membahas tentang sumber pengetahuan( Harun Nasution,1985:7). Istilah epistemologi menurut Hartono Hadi sering kali disebut sebagai filsafat pengetahuan atau teori tentang pengetahuan( Hardono Hadi : 1994). Dari pengertian ini, maka berbicara tentang epistemologi, berarti berbicara tentang bagaimana cara menyusun ilmu pengetahuan yang benar. Kemudian selanjutnya berdasarkan teori itulah metodologi dirumuskan, dan pada akhirnya berdasarkan metodologi itulah ilmu dipraktekkan.
Epistemologi manajemen pendidikan pada umumnya yang mengkaji sumber, metode, objek dancara mendapatkan pengetahuan. Manajemen Pendidikan juga mengkaji tentang objek pengaturan pendidikan, metode serta sistem penyelenggaraan pendidikan serta kebenaran tentang kebenaran manajemen pendidikan itu sendiri ( Suparlan Suharto, 2007:118). Hanya saja epistemologis atau sumber dan landasan manajemen pendidikan disandarkan kepada kebenaran konsep dan teoretis yang disesuaikan dengan tujuan hidup manusia, yang manusia tersebut sebagai objek dan subjek manajemen pendidikan.
Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak. Bangunan pengetahuan menjadi mapan, jika memiliki landasan yang kokoh. Sumber utama pelaksanaan Manajemen Pendidikan adalah konsep-konsep pemikiran dari ragam pikir. Mengingat landasan epistemologis manajemen Pendidikan ini adalah bersifat teoritis, maka kajian epistemologi sangat penting dalam membangun paradigma manajemen Pendidikan karena mempunyai pengaruh terhadap aspek ontologi dan aksiologinya.
Secara historis, bangunan epistemologi ilmu-ilmu pengetahuan klasik termasuk manajemen Pendidikan juga merupakan hasil konstruksi keilmuan masalalu dan kebanyakan pemikir berbangga diri dengan terus melakukan romantisme masa lalu itu. Akibatnya, dunia manajemen pendidikan mengalami stagnasi. Oleh karena itu, banyak pemikir-pemikir secara profesional masa kini melakukan rekonstruksi terhadap  paradigma keilmuan manajemen itu dari segi epistemologinya sebagai pangkal awal dalam melakukan perubahan dan dinamisasi keilmuan..
Metode manajemen pendidikan membahas metode-metode yang dipakai untuk menyampaikan materi manajemen Pendidikan, sedangkan metode epistemologi pendidikan dimaksudkan untuk membangun, menggali, dan mengembangkan manajemen Pendidikan ( Mujamil Qomar, 2007:272). Metode epistemologi manajemen Pendidikan ini digunakan untuk memperoleh pengetahuan manajemen Pendidikan.
 Secara epistemologis, manusia menjadi objek formal dari manajemen Pendidikan dengan menitik beratkan pada aspek pembentukan kualitas kesadarannya sebagai makhluk Tuhan, dan kesadaran sebagai bagian dari alam dan masyarakat lainnya. Dengan menumbuhkan kesadaran ini maka peserta didik diharapkan dapat memaksimalkan potensi dan kreativitas yang ada dalam dirinya. Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia dalam hal ini peserta didik dibekali oleh sang Khaliq dengan potensi kodrat yang sempurna, yaitu potensi cipta, rasa, dan karsa. Potensi berharga inilah yang mengantarkan bahwa manusia adalah pemimpin dan pengatur kehidupan di dunia ini. Dengan dukungan potensi tersebut, manusia di didik agar memiliki orientasi yang tinggi untuk mendapatkan nilai-nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan yang terkandung pada realitas yang ada di alam semesta ini. Berdasarkan uraian di atas maka secara spesifik bisa diartikan bahwa epistemologi manajemen Pendidikan berorientasi pada bagaimana proses membangun paradigma manajemen Pendidikan yang mengarah pada pengembangan pendidikan di indonesia.
Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu manajemen pendidikan memerlukaan pendekatan epistemologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif- epistemologis. Pendekaatan epistemologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Oleh karena itu, penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Hal ini disebabkan penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, dalam Umaedi: 1999)
Dalam hubungan dengan manajemen pendidikan, landasan epistemologi menelaah sejarah munculnya manajemen pendidikan, prinsip dan proses pencapaian tujuan manajemen pendidikan, yang berupa fungsi manajemen pendidikan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, dan negoisasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (pemantauan, penilaian, dan pelaporan) . ( Jalil, 2009:2)


Gambar Perspektif sistem dalam manajemen Pendidikan


Pendekatan sistem pada dasarnya berupaya mewujudkan tujuan organisasi berupa output yang bermanfaat bagi lingkungan dengan melakukan proses transformasi dari faktor-faktor input yang diperoleh dari lingkungan. Pandangan sistem memiliki konsep dasar sebagai berikut; sistem (system), masukan (input), proses transformasi, keluaran (output), umpan balik (feed back). Sistem merupakan suatu hubungan dari bagina-bagian yang saling berhubungan atau saling tergantung satu sama lain. Komponen dari input antara lain; sumber daya manusia, bahan bakui, informasi, modal (uang), kemudian komponen proses transformasi yang dimaksud adalah sistem administrasi, sistem operasi, teknologi dan sistem kontrol. Sedangkan hasil akhir berupa output yakni barang atau jasa, output informasi, maupun perilaku pekerja. Diharapkan lingkungan akan memberi umpan balik atau tanggapan apa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan sesuai dengan permintaan atau keinginan mereka. James Stoner menyatakan dengan mengunakan pendekatan sistem, manjaer diberikan pemahaman untuk memandang organisasi sebagai keseluruhan dan bahkan sebagai bagian dari lingkungan sebagai sistem global ( Ulbert Silalahi: 1996).
1.      Sejarah Manajemen Pendidikan terkait Epistemologi Manajemen Pendidikan
Salah satu aspek telaah epistemologi terhadap manajemen pendidikan adalah historisitas manajemen pendidikan. Aspek ini membicarakan sejarah lahirnya manajemen pendidikan, yang di dalamnya terkandung pelbagai alasan dan kebutuhan akan pentingnya manajemen pendidikan yang memperhatikan semua komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, dengan menekankan unsur desentralisasi dan otonomi pendidikan.
Manajemen pendidikan pertama-tama lahir di Amerika Serikat, yang ditandai oleh perjuangan sebagian besar guru untuk memperbaiki nasibnya. Dari hal yang sederhana ini, kemudian dibentuk Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association, NEA) pada tahun 1875. Pada tahun 1887, para guru di New York membentuk sebuah asosiasi kepentingan bersama. Pada tahun 1903, para guru di Philadelphia membentu organisasi Asosiasi Guru-Guru Philadelphia (Philadelphia Teachers Association). Melalui asosiasi inilah para guru berjuang untuk meningkatkan martabat hidupnya, yang hasilnya antara lain para guru memperoleh gaji yang lebih baik ( Sudarman Danim, 2008:26). Di Atlanta, para guru membentuk Persatuan Guru-Guru Sekolah Publik Atlanta. Persatuan ini dibentuk untuk menghadapi tekanan dari dewan kota. Akhirnya, dewan kota memberikan dana yang lebih banyak untuk pendidikan.
Kemudian guru-guru League, yang dipelopori oleh tokoh sosialis seperti Henry Linville, John Dewey, membentuk sebuah asosiasi yang sekadar membicarakan persoalan ekonomi. Tujuannya adalah memberi pilihan bagi para guru dalam menentukan kebijakan sekolah (school policy) untuk memperoleh wakil di pentas pendidikan di New York, membantu masalah-masalah sekolah, membersihkan politik Amerika Serikat dari penyimpangan keputusan, dan meningkatkan kebebasan diskusi publik dari masalah-masalah pendidikan.
Drucker mengemukakan bahwa manajemen pendidikan sesungguhnya lahir dari keprihatinan terhadap dunia individu, yang dipicu oleh faktor internal dan eksternal dunia pendidikan yang berdampak pada rendahnya mutu output pendidikan. Drucker mengatakan bahwa ada beberapa alasan munculnya manajemen pendidikan yang bersifat reformatif, yakni:
a.       Kondisi-kondisi dunia pendidikan yang tidak diharapkan, seperti mutu pelayanan pendidikan di sekolah yang rendah, pengelolaan dana pendidikan yang tidak efisien, proses promosi guru yang berjalan lamban, dan sebagainya. Akses ini muncul akibat manajemen tidak dikelola secara profesional.
b.      Munculnya ketidakwajaran selama proses pendidikan di sekolah atau pada hasil yang dicapai. Prosedur birokrasi kepegawaian yang lamban, rekruitmen kepala sekolah secara amatiran, komunitas sekolah yang tidak kreatif, merupakan contoh ketidakwajaran itu. Ketidakwajaran ini mendorong para pembaru untuk mencari alternatif manajemen pendidikan baru.
c.       Kebutuhan yang muncul dalam proses, yang menuntut partisipasi semua pihak terkait dalam pendidikan.
d.      Perubahan struktur organsisasi dan jenis tenaga yang diperlukan oleh pasar tenaga kerja merupakan salah satu sumber inspirasi bagi kepala sekolah untuk membuat keputusan inovatif di lembaganya. Keputusan ini member tekanan kuat terhadap perubahan kurikulum dan strategi proses belajar-mengajar, misalnya dari kecenderungan pengajaran teoretis ke pelatihan yang bersikap praktis. Di negara-negara sentralistik, kekuatan kepala sekolah untuk membuat keputusan relatir terbatas. Adanya manajemen pendidikan  yang reformatif dan inovatif, yakni MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), memungkinkan adanya perubahan struktural secara signifikan dalam skema pengelolaan sekolah.
e.       Variasi kondisi demografis membuat  variasi terhadap perilaku kepala sekolah di daerah masing-masing. Contohnya, di sekolah-sekolah tradisional yang tidak memiliki fasilitas penerangan, misalnya, kepala sekolah tidak akan pernah memikirkan upaya menghimpun dana untuk membeli overhead projector atau televise dalam rangka membantu kelancaran proses belajar-mengajar.
f.       Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana, dan makna umumnya disebabkan oleh penerimaan dan penafsiran individu atas informasi yang diterimanya dari lingkungan. Informasi ini dapat diperoleh melalui media massa.
Di Indonesia, munculnya manajemen pendidikan berbasis sekolah dilatarbelakangi oleh persoalan mendasar rendahnya mutu pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia (Jalil, 2009:1). Kualitas lulusan pendidikan formal sangat ditentukan oleh sumber daya pendidik, manajemen sumber daya manusia dan manajemen pendidikan, kurikulum, fasilitas, dan faktor-faktor pendukung lainnya yang terlibat dalam proses pembelajaran di sekolah.
Ada berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah.
Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis satuan pendidikan ini ditulis dengan tujuan;
a.       Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
b.      Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.
c.       Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
d.      Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing – masing.
e.       Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
f.       Memotivasi timbulnya pemikiran-pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
g.      Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah.
h.      Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun. 5 tahun dan seterusnya sehingga tercapai misi sekolah kedepan.         
2.      Epistemologi Prinsip-prinsip Manajemen Pendidikan
Untuk menjamin keberhasilan sebuah keberhasilan dalam pendidikan maka manajemen berbasis sekolah haruslah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Prinsip-prinsip manajemen pendidikan adalah dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah pendidikan Prinsip-prinsip manajemen pendidikan dapat diadaptasi dari prinsip-prinsip manajemen.
Menurut Henry Fayol dalam (siagian, 1994:38), prinsip-prinsip dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi khusus dan situasi yang berubah-rubah. Prinsip – prinsip umum manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari:
1)      Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, kepala sekolah selaku manajer disekolah dalam penempatan pendidik dan tenaga pendidik harus menggunakan prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike. Dengan adanya prinsip orang yang tepat ditempat yang tepat (the right man in the right place) akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran,dan efesiensi kerja pada dunia pendidikan. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelengaraan pendidikan. Kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pendidikan, oleh karena itu, seorang kepala sekolah yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
2)      Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
Setiap pendidik dan tenaga pendidik dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. tanggung jawab terbesar terletak pada kepala sekolah. Kegagalan penyenggaraan pendidikan sejatinya bukan terletak pada pendidik atau tenaga pendidik, tetapi terletak pada puncak pimpinannya yaitu kepala sekolah karena yang mempunyai wewemang terbesar dalam sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, apabila kepala sekolah tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada padanya merupakan bumerang.
3)      Disiplin (Discipline)
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena itu, kepala sekolah harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri dan pendidik beserta tenaga pendidik yang ada disekolah sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaan sesuai dengan wewenang yang ada padanya. Masalah pendidikan di Indonesia saat ini sangat terkait dengan prinsip disiplin, yaitu sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun yang dipimpin. Yang dipimpin bergerak karena perintah atasan, bukan karena rasa tanggung jawab. Yang memimpin sebaliknya, tidak memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan berinisiatif, mendelegasikan wewenang.
4)      Kesatuan perintah (Unity of command)
Dalam melakasanakan pekerjaan bawahan harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Bawahan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesuai dengan wewenang yang diperolehnya.
5)      Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya bawahan perlu diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of direction) tidak dapat terlepas dari pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah.
6)      Mengutamakan Kepentingan Organisasi
Setiap pendidik dan tenaga pendidik harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan pendidikan. Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan berjalan dengan lancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik. Masalah pendidikan yang banyak terjadi di Indosenia terkait dengan kurangnya rasa memiliki pada para pelaksana pendidikan
7)      Penggajian Pegawai
Gaji atau upah bagi pendidik dan tenaga pendidik merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya keberhasilan dalam pendidikan. Pendidik dan tenaga pendidik yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam menjalan tugasnya sebagai penyelenggara pendidikan.
8)      Pemusatan (Centralization)
Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak pada orang yang memegang wewenang tertinggi jika dalam sekolah yaitu kepala sekolah. Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang, melainkan untuk menghindari kesimpangsiuran wewenang dan tanggung jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan wewenang (delegation of authority)
9)      Hirarki (tingkatan)
Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada atasan dan seterusnya berurutan ke bawah.
10)   Ketertiban (Order)
Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan kacau atau tegang.
11)  Keadilan dan kejujuran
Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan moral para pelaksana pendidikan dan tidak dapat dipisahkan.

12)  Stabilitas kondisi karyawan
Dalam penyelnggaraan penddidikan kestabilan pendidik dan tenaga pendidik harus dijaga sebaik-baiknya agar penyelanggaraan pendidikan berjalan dengan lancar. Kestabilan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan.
13)  Prakarsa (Inisiative)
Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
14)  Semangat Kesatuan dan Semangat Korps
Setiap pelaksana pendidikan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa memiliki sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik. Semangat kesatuan akan lahir apabila setiap pendidik dan tenaga pendidik mempunyai kesadaran bahwa penyelenggaraan pendidikan yang baik akan sangat berarti guna meningkatkan mutu pendidikan nasional.
3.      Epistemologi Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan
Dalam proses manajemen pendidikan, terlibat beberapa fungsi pokok yang ditampilkan oleh manajemen pendidikan sesuai dengan pendapat H. Siagian (1977) yang mengungkapkan pandangan menurut G.R. Terry dimana terdapat empat fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Karena itu, manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin, melaksanakan dan mengendalikan upaya pendidikan dengan segala aspeknya agar tujuan pendidikan tercapai secara efektif dan efisien.
Dalam bagian ini, penulis mengemukakan proses-proses tersebut sesuai dengan hakikat manajemen berbasis satuan pendidikan yang adalah bentuk manajemen khusus dari manajemen pendidikan pada umumnya, yang diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
1.      Perencanaan (Planning)
Perencanaan dalam manajemen pendidikan merupakan sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan ( Suryosubroto: 2004). Tujuan perencanaan dalam MBS adalah (1) memiliki standar pengawasan, (2) mengetahui pemetaan waktu pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan, (3) mengetahui subjek yang terlibat dalam kegiatan, (4) mendapatkan kegiatan yang sistematis, (5) meminimalkan kegiatan yang tidak produktif, (6) mendeteksi hambatan dan kesulitan yang ditemui, dan (7) mengarahkan pada pencapaian tujuan.
Perencanaan yang tepat akan memberikan beberapa manfaat positif, seperti:
a.         Sebagai standar pengawasan.
b.         Pemulihan sebagai alterbatif terbaik.
c.         Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan.
d.        Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi.
e.         Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan       lingkungan.
f.          Alat yang memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait.
g.         Alat yang meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa proses perencanaan di sekolah harus dilaksanakan secara kolaboratif, yang melibatkan personel sekolah dalam semua tahap perencaan itu. Unsur partisipatif ini bertujuan membangkitkan perasaan memiliki bersama (sense of belonging), yang berpengaruh besar kepada para pendidik dan personel sekolah lainnya untuk berusaha agar rencana tersebut berhasil.
Perencanaan dalam manajemen pendidikan memiliki ranah edukatif, yang mencakupi perencanaan kurikulum, kemuridan, keuangan, prasarana dan sarana, kepegawaian, layanan khusus, hubungan masyarakat, proses belajar-mengajar (fasilitasnya), dan ketatausahan sekolah.
Seluruh perencanaan yang menyangkut lingkup-lingkup di atas hendaknya memperhatikan beberapa hal, yakni
a.        Waktu pelaksanaan baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
b.        Sumber perencanaan baik yang berasal dari bawah (misalnya mulai dari para guru, kepala sekolah, kantor Dinas Pendidikan Nasional tingkat kabupaten, kantor Dinas Pendidikan Nasional tingkat propinsi, dan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) maupun yang berasal dari atas (misalnya mulai dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai kepada para guru).
c.        Besarnya perencanaan, baik perencanaan makro – suatu perencanaan pada tingkat nasional atau tingkat departemen, yaitu pada tingkat direktorat jenderal, direktorat atau propinsi sampai tingkat kantor departemen kabupaten – maupun perencanaan mikro, yaitu yang dilaksanakan pada tingkat sekolah atau kelas.
d.       Pendekatannya, baik yang bersifat terpadu – yang menyatukan semua sumber untuk mencapai tujuan – maupun yang bersifat parsial, yang memperhatikan sumber secara terpisah-pisah untuk tujuan tertentu.
e.        Pelakunya, baik perencanaan individual (yang dilakukan guru secara individu), perencanaan kelompok, maupun perencanaan lembaga (yang berlaku dan dibuat oleh sekolah).
      2.      Pengorganisasian (Organizing)                                    
Pengorganisasian berkaitan dengan kegiatan pengaturan sumber daya manusia dan sumber daya fisik lain yang dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan dan mencapai tujuannya. Pengorganisasian merupakan keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-orang (pendidik dan personal sekolah lainnya) serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah.
Aspek pengorganisasian Manajemen Pendidikan mengacu pada proses perencanaan dan pengembangan suatu organisasi, pengelompokan kegiatan, penguasaan tanggung jawab tertentu, pendelegasian wewenang yang diperlukan untuk individu-individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Menurut Mulyasa (2007: 31) Ada tiga komponen penting yang terkandung dalam aspek pengorganisasian suatu lembaga pendidikan, yakni kerja sama, subjek/pelaksana, dan tujuan bersama . Aspek pengorganisasian penting dalam Manajemen pendidikan karena bermanfaat, antara lain:
a.        Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber daya yang dimiliki.
b.        Untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan efisien.
c.        Wadah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara bersama-sama.
d.       Wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi yang dimiliki seseorang.
e.        Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
f.         Wadah mencari keuntungan bersama.
g.        Wadah mengelola lingkungan bersama-sama.
h.        Wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan
i.          Wadah mendapatkan penghargaan.
j.          Wadah memenuhi kebutuhan manusia.
k.        Wadah menambah pergaulan.
3.      Pelaksanaan (Actuating)
Didalam pelaksanaan MBS terdapat fungsi pengarahan dimanafungsi ini merupakan salah satu fungsi penting dari kepemimpinan manajer (kepala sekolah) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan dinamis.
Pengarahaan merupakan suatu usaha menjaga dan mengawasi pelaksanaan atas rencana yang telah ditetapkan agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pengarahaan dapat diidentikkan dengan penjelasan, petunjuk serta pertimbangan dan bimbingan terhadap para petugas yang terlibat, baik secara struktural maupun fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar.
Pengarahan berkaitan dengan implementasi dari perencanaan sekolah, yaitu pelaksanaan. Pelaksanaan dalam program sekolah sangat tergantung pada dua hal, yaitu kepemimpinan, dan motivasi kerja semua komponen dalam sekolah. Antara pemimpin dan pelaksana mempunyai tugas dan bertanggung jawab masing-masing atas tugasnya.
4.      Pengendalian (Controlling)
Fungsi kontrol (pengawasan pendidikan) sangat penting, karena erat kaitannya dengan pelaksanaan dan hasil yang diharapkan oleh sistem pendidikan. Fungsi kontrol pendidikan tetap mengacu dalam tiga hal, yakni berfungsi sebagai sensor, komparator, dan activator. Pada fungsi sensor, kontrol pendidikan itu mendayagunakan rencana pendidikan sebagai ukuran yang dimaksudkan untuk mengukur pelaksanaan dan keberhasilan suatu rencana pendidikan.
Pada fungsi komparator bermaksud membandingkan antara hasil pengukuran dan perencanaan pendidikan yang telah dikembangkan sebelumnya. Fungsi activator dimaksudkan untuk mengarahkan tindakan manajerial bilamana terjadi suatu perubahan dalam pelaksanaan sistem pendidikan. Sistem kontrol pendidikan juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Apakah kontrol itu dilakukan secara terbuka atau secara tertutup? Kontrol yang dilakukan secara terbuka berarti dapat melibatkan semua orang di lingkungan organisasi dan konsekuensinya semua informasi perlu ditampung dan diperhatikan. Kontrol secara tertutup keterlibatan hanya dibatasi pada pihak-pihak terkait saja dan umumnya tidak menyelusuri semua dimensi organisasi pendidikan. Kedua cara ini sesungguhnya dapat dilakukan secara berbarengan.
b.      Apakah kontrol pendidikan dilakukan oleh manusia atau oleh mesin (alat elektronik misalnya). Sistem manajemen pendidikan yang telah berkembang dewasa ini memungkinkan penggunaan kedua sistem tersebut, yakni dilakukan oleh manusia dan menggunakan alat yang canggih.
c.       Apakah kontrol dilaksanakan terhadap efektivitas dan efisiensi organisasi atau terhadap hasil operasionalisasi sistem pendidikan. Kedua bentuk kontrol tersebut seyogyanya dilaksanakan dalam sistem manajemen pendidikan, karena pada dasarnya antara kegiatan organisasi pendidikan dan keberhasilan yang dicapai dalam pelaksanaan harian bersifat saling terkait dan  perlu dilaksanakan secara berkesinambungan.
Pengendalian yang disebut juga pengawasan atau controlling. Tujuannya adalah:
a.       Menghentikan atau meniadakan masalah, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan.
b.      Mencegah terulangnya kembali kesalahan penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidakadilan.
c.       Menciptakan cara yang lebih baik untuk membina yang telah baik.
d.      Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi.
e.       Meningkatkan kelancaran operasi organisasi.
f.       Memberikan opini atas kerja organisasi.
g.      Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih.

E.     Landasan  Aksiologis Manajemen Pendidikan
Aksilogi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya ( Dani Vardiansyah, 2008:91). Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengitegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin pendidikan (kepala sekolah), guru, staf, dan anak didik. Sesuai dengan tujuannya, maka manfaat manajemen pendidikan. Pertama, terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang Aktif, Inovative, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Kedua, terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  Ketiga, terpenuhinya salah satu dari 4 kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan (tertunjangnya kompetensi profesional sebagai pendidik dan tenaga kependidikan sebagai manajer). Keempat, tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.  Kelima, terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer pendidikan atau konsultan manajemen pendidikan). Keenam, teratasinya masalah mutu pendidikan (Husaini, 2006:8)
Kemanfaatan teori Manajemen pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu, nilai manajemen pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan administrasi pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula untuk menjembatani persoalan yang sedang berlangsung maupun yang akan terjadi.



Kesimpulan
Ilmu manajemen dikenal tiga aliran pemikiran manajemen yang masing-masing berusaha membantu manajer untuk memahami dan memimpin organisasi, serta mengatasi masalah-masalahnya. Lebih khusus, manajemen pendidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan proses pendidikan yang lebih baik, sehingga hasil yang diperoleh pun menjadi lebih optimal. Manajemen pendidikan dapat di tinjau dari perspektif filosofis dan historis. Secara ontologis manajemen pendidikan merupakan sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Tujuan manajemen pendidikan adalah (1) memiliki standar pengawasan, (2) mengetahui pemetaan waktu pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan, (3) mengetahui subjek yang terlibat dalam kegiatan, (4) mendapatkan kegiatan yang sistematis, (5) meminimalkan kegiatan yang tidak produktif, (6) mendeteksi hambatan dan kesulitan yang ditemui, dan (7) mengarahkan pada pencapaian tujuan. Perencanaan yang tepat akan memberikan beberapa manfaat positif, seperti: Sebagai standar pengawasan, Pemulihan sebagai alterbatif terbaik, Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan, Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi, Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan  lingkungan, Alat yang memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait dan Alat yang meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.
Secara epistemologis manajemen pendidikan memiliki metodologi sendiri dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan bagaimana melaksanakan manajemen bendidikan yang baik. Secara epistemologis Untuk menjamin keberhasilan sebuah keberhasilan dalam pendidikan maka manajemen berbasis sekolah haruslah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan. Prinsip-prinsip manajemen pendidikan adalah dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah pendidikan Prinsip-prinsip manajemen pendidikan dapat diadaptasi dari prinsip-prinsip manajemen.  Menurut Henry Fayol dalam prinsip-prinsip dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi khusus dan situasi yang berubah-rubah.
       Selanjutnya secara aksiologis, manajemen pendidikan memiliki nilai tidak hanya sebagai ilmu yang berdiri sendiri tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu, nilai manajemen pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan administrasi pendidikan dan tugas pendidik sebagi pendidik.





















DAFTAR PUSTAKA

Dani Vardiansyah. Filsafat Ilmu Komunikasi: SuatuPengantar, Indeks, Jakarta 2008
Engkoswara dan Komariah., (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Firman. (2012). Filsafat dan Teori manajemen pendidikan.
Mudyahardjo, R. (2004). Filsafat ilmu pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pidarta, M. (2000). Landasan kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Tilaar, H.A.R. (2006). Standardisasi pendidikan nasional: Suatu tinjauan kritis. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim. (2003). Salinan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
Jalil, Y. Harri. 2009.  “Materi Kuliah Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat”, Ms (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2009)
Putra, Aris Try Andreas, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Diandra Cerative, 2015
 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Tentang: Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta: Depdiknas.
Suryosubroto, 2004, Manajemen  Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta
Siagian, Sondang P. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara
Soewadji Lazaruth, Kepala Sekolah dan Tanggung-jawabnya, Jakarta, Kanisius, 1984
Robbins, Stephen P. 2003. Manajemen. Edisi Indonesia. PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Harun Nasution, Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1985
Hardono Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta : Kanisus, 1994
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Arruz Media, 2007
Mujammil, Qomar,Epistemologi Pendidikan Islam Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta: Erlangga, 2007
Jalil, Y. Harri. 2009.  “Materi Kuliah Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat”, Ms (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2009
Silalahi, Ulbert. 1996. Pemahaman Praktis : Asas-asas Manajemen. CV.Mandar Maju, Bandung.
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Tentang: Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta: Depdiknas.
Suryosubroto, 2004, Manajemen  Pendidikan di Sekolah, Jakarta:Rineka Cipta



No comments:

Post a Comment